REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) menyampaikan telah merumuskan kebijakan strategis terkait stabilitasi pasokan dan harga pangan untuk memperkuat ketahanan pangan nasional di era ketidakpastian perekonomian dan krisis pangan dunia.
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan NFA I Gusti Ketut Astawa menjelaskan, saat ini pemerintah tengah melakukan revisi terhadap Peraturan Presiden tentang Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) sehingga nantinya pengelolaan CPP yang dikelola Perum Bulog tidak hanya satu komoditas yaitu beras saja, melainkan juga jagung dan kedelai.
Sedangkan untuk komoditas pangan lainnya seperti cabai, bawang, daging ruminansia, daging unggas, telur, gula, dan minyak goreng akan dikelola oleh ID FOOD selaku holding BUMN pangan.
Sementara di lain tingkatan, Ketut juga berharap kebijakan tersebut diikuti dengan penguatan Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi, Cadangan Pangan Pemerintah Kabupaten/Kota, Cadangan Pangan Pemerintah Desa, hingga Cadangan Pangan Masyarakat sebagai upaya bersama dalam pengendalian inflasi bahan makanan.
“Saat ini draf revisi Perpres Cadangan Pangan sudah ada di Presiden, dengan adanya penyempurnaan kebijakan ini kami berharap nantinya dapat memperkuat cadangan pangan nasional dengan melibatkan seluruh pelaku usaha pangan termasuk BUMN dan BUMD,” ujar Ketut.
Sementara itu terkait kebijakan harga pangan, Ketut menjabarkan bahwa pemerintah telah menetapkan Harga Acuan Pembelian dan Penjualan (HAP) di tingkat Produsen dan Konsumen melalui Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 5 Tahun 2022 tentang Harga Acuan Pembelian dan Penjualan di tingkat Produsen dan Konsumen Komoditas Jagung, Telur Ayam Ras, dan Daging Ayam Ras.
Melalui Perbadan tersebut diharapkan ekosistem pangan nasional yang tangguh dan berkelanjutan dapat segera terbentuk dengan mewujudkan kesetimbangan baru bagi para pelaku usaha pangan.
Ditambahkannya, Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi yang dilakukan pemerintah pun sangat berperan penting dalam menjaga stabilitas harga pangan di daerah. Dengan fasilitasi distribusi pangan dari daerah surplus ke daerah defisit akan terjadi pemerataan pasokan pangan.
"Kalau kita melihat petanya di situ ada daerah surplus misalkan Sulawesi surplusnya adalah beras, cabe. Gorontalo surplusnya adalah jagung, tapi di tempat lain dia minus atau defisit ini jadi problem yang mendasar, sehingga gerakan nasional pengendalian inflasi menjadi sangat penting," ujarnya.
Presiden Joko Widodo sebelumnya juga meminta agar mengoptimalisasikan 2 persen Dana Transfer Umum (DTU) maupun Anggaran Tak Terduga untuk digunakan dalam fasilitasi distribusi pangan dalam rangka pemerataan stok pangan dari daerah surplus ke defisit.