Rabu 05 Oct 2022 22:26 WIB

Meski Kinerja Ekonomi Indonesia Relatif Kuat, Dampak Krisis Global Patut Diantisipasi

Krisis global berdampak terhadap perekonomian negara-negara termasuk Indonesia

Ilustrasi ekonomi. Krisis ekonomi global berdampak terhadap perekonomian negara-negara termasuk Indonesia
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Ilustrasi ekonomi. Krisis ekonomi global berdampak terhadap perekonomian negara-negara termasuk Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kekhawatiran publik dalam menghadapi dampak perekonomian global harus dijawab dengan meningkatkan kebijakan pemulihan ekonomi  yang efektif.  

"Kendati ekonomi Indonesia pada 2022  diprediksi  berbagai lembaga internasional tumbuh pada level antara 5,1 persen hingga 5,4 persen,  aktivitas ekonomi dalam negeri perlu diperkuat dengan  mengoptimalkan setiap potensi ekonomi  yang kita miliki," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, dalam sambutan tertulisnya saat membuka diskusi daring bertema Peluang Indonesia dalam Ketidakpastian Ekonomi Global yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (5/10/2022).    

Baca Juga

Menurut Lestari, saat ini pertumbuhan ekonomi nasional terus berlanjut, namun melambat di banyak negara. 

Meski demikian, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, kinerja ekonomi Indonesia saat ini relatif  tumbuh kuat dengan kinerja sektor eksternal Indonesia yang sangat positif, didukung neraca perdagangan yang melanjutkan tren surplus ekspor dan impor pada Agustus 2022.

Namun, menurut Rerie, penanganan dampak krisis global ini tidak hanya bisa mengandalkan kekuatan dalam negeri.  

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu menilai, diperlukan kolaborasi dan sinergi antarnegara baik dalam satu kawasan maupun antarkawasan. 

Penanganan krisis, ujar Rerie, membutuhkan upaya berkelanjutan agar sejumlah krisis lebih cepat terurai. 

Jika setiap masalah yang terurai bisa segera diatasi, Rerie sangat berharap ekonomi Indonesia bisa segera bangkit agar terhindar dari ancaman krisis yang lebih dalam lagi.  

CEO SAIAC, Shanti Shamdasani, mengungkapkan saat ini dunia dilanda krisis yang tidak bisa dihindari.  

Selain perang Rusia dan Ukraina serta pandemi, menurut Shanti, harus diwaspadai juga faktor lain yang akan mempengaruhi krisis sebagai dampak ekonomi global, seperti digitalisasi pada sektor keuangan yang membuat uang sulit sekali dipagari.  

Bukan hanya gejolak perang di Rusia dan Ukraina, menurut Shanti, goncangan pada ekonomi Taiwan juga berpotensi menambah beban krisis terhadap ekonomi global yang berdampak pada ekonomi negara-negara di Asia.  

Tenaga ahli Menteri Keuangan RI/ Staf Pengajar FEB UI, Kiki Verico, mengungkapkan saat ini terjadi goncangan pada rantai pasokan dunia karena merosotnya industri elektronik dan otomotif dunia sebagai dampak pandemi dan perang Rusia dengan Ukraina.  

Karena kebutuhan logistik untuk sektor elektronik dan otomotif sangat besar, tambah Kiki, ketika produksi elektronik dan otomotif jatuh karena pandemi dan perang maka terjadi goncangan pada rantai pasokan global.  

Perekonomian lesu akibat pandemi dan perang saat ini, menurut Kiki, tidak separah dampak pandemi dan perang yang terjadi pada masa Perang Dunia II.  

Karena saat ini, ujar Kiki, kita mememiliki sejumlah lembaga keuangan dunia yang mampu menyerap goncangan dampak krisis global yang terjadi. 

Kiki berpendapat, dampak krisis global terhadap Indonesia tidak sebesar sejumlah negara, antara lain karena Indonesia cukup dominan pada industri makanan, minuman, dan tembakau. Sedangkan pada krisis global saat ini, tambahnya, sebagian besar yang terpukul adalah manufaktur sektor elektronik dan otomotif.  

Menteri Keuangan RI Periode 2013–2014, Muhammad Chatib Basri berpendapat, sejumlah tekanan geopolitik seperti dampak konflik Rusia-Ukraina, melambatnya ekonomi Amerika Serikat dan Tiongkok serta negara-negara Eropa akan berdampak pada perekonomian Indonesia.  

Baca juga: Mualaf Sujiman, Pembenci Adzan dan Muslim yang Diperlihatkan Alam Kematian 

Dengan melemahnya perekonomian di negara-negara tujuan ekspor Indonesia itu, menurut Chatib, akan berdampak juga pada melemahnya perekonomian Indonesia pada 2023. 

Meski begitu, ujar Chatib, melemahnya perekonomian Indonesia tidak separah Singapura. Karena, tambahnya, proporsi ekspor Indonesia hanya 25 persen dari GDP.  

Chatib yakin, meski perekonomian Indonesia akan slow down, namun belum sampai resesi. "Untuk menghadapi kondisi perekonomian yang serba salah saat ini, tidak ada ruang untuk membuat kesalahan," ujarnya.    

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement