REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) akan menggunakan Penyertaan Modal Negara (PMN) tahun depan sebesar Rp 10 triliun untuk menyambung listrik ke daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T). Langkah ini dilakukan untuk mengejar target rasio elektrifkasi 100 persen.
Direktur Manajemen Distribusi PLN Adi Priyanto menjelaskan, saat ini rasio elektrifikasi PLN sebesar 97,4 persen. Untuk bisa mengejar target rasio elektrifikasi hingga 100 persen membutuhkan dana yang tidak sedikit.
"Sebab, untuk mengejar RE 100 persen kita perlu melistriki wilayah 3T yang aksesnya sulit dan secara korporasi ini tidak feasible secara investasi," ujar Adi di Kementerian BUMN, Kamis (29/9).
Adi menjelaskan, untuk bisa menyambung listrik ke satu rumah di daerah 3T, PLN membutuhkan dana paling tidak Rp 25 juta sampai Rp 40 juta per rumah. Hal ini disebabkan, daerah 3T biasanya jauh dari sumber listrik.
"Misal kita bicara Papua, sumber listrik paling maksimal dari Jayapura. Tapi ketika ada rumah di hutan atau di atas gunung, kita harus menarik kabel dari jayapura. Kita juga harus bangun travo dan gardu distribusi," ujar Adi.
Komponen kabel dan infrastruktur kelistrikan inilah yang kata dia menjadi mahal. Belum lagi, satu tarikan kabel biasanya hanya dipakai 5 sampai 10 rumah. Yang mana, secara hitungan keekonomian menjadi tidak menarik bagi kacamata investasi.
"Kita makanya perlu PMN. Kalau bukan PMN, ini gak masuk secara korporat. Proyek kan ada itungan ekonomisnya. Kajian kelayakan proyek. Kalau RE ini bisa 100 persen, pasti ya gak ekonomis. Jadi, kalau diitung pasti rugi dan gak ada yang mau investasi. Jadi hadir negara, dengan PMN," tegas Adi.
Adi menjelaskan, selain menarik dari jaringan eksisting, PLN juga harus membangun pembangkit baru untuk wilayah yang lebih terluar atau pulau terluar. Kata dia, untuk membangun pembangkitan baru saat ini PLN hanya bisa bertumpu dari PLTS dan Baterai.
"Tapi kalau dia di pulau, prioritasnya, itu ada gak sumber listrik energi primernya disana. Kalau ada, ya syukur, itu misalnya ada potensi PLTMH. Kita bangun disana. Kalau secara ekstrim di pulau itu gak ada sumber energi murah, ini adanya misalnya kia bangun PLTS di pulau, ya berarti kita terpaksa mengunakan itu. PLTS itu kan rupiah per kwhnya sangat tinggi, dibandingkan pembangkit lain," kata Adi.