Sabtu 24 Sep 2022 00:43 WIB

Strategi Atur Keuangan Pascakenaikan Harga BBM

Selalu sisihkan dana investasi untuk memenuhi kebutuhan di masa depan.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Nidia Zuraya
Tips mengatur keuangan setelah harga BBM naik.
Foto: www.freepik.com
Tips mengatur keuangan setelah harga BBM naik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan harga minyak dan komoditas utama dunia lainnya secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi  kenaikan biaya produksi dan jasa di beragam sektor, serta ikut meningkatkan angka inflasi. Biaya subsidi dan kompensasi yang terus membengkak dan menggerus APBN membuat pemerintah mengurangi subsidi BBM (dengan menaikkan harga BBM) di awal September lalu. 

Di tengah kondisi ini, investor perlu strategi keuangan yang tepat agar operasional rumah tangga tidak terganggu dan investasi untuk masa depan tetap berjalan lancar. Menurut Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Freddy Tedja, hal pertama yang harus diakukan adalah mengurangi pos pengeluaran yang bersifat rekreatif dan  masih bisa ditangguhkan misalnya jalan-jalan ke mall atau nongkrong di cafe.  

Baca Juga

"Bagaimana pun, jika penghasilan tidak bisa ditambah, maka satu-satunya cara agar keuangan rumah tangga tetap sehat adalah dengan mengurangi pengeluaran pada pos yang tidak produktif. Kita perlu menurunkan gaya hidup tanpa perlu menurunkan kebutuhan hidup," kata Freddy, Jumat (23/9/2022). 

Langkah berikutnya yakni mengatur ulang arus kas dan pengeluaran. Jangan pernah menggunakan pos dana darurat untuk kebutuhan rekreatif, atau untuk sekadar menjaga gaya hidup agar tetap sama seperti di era suku bunga rendah. Dana darurat, jika terpaksa, boleh dipakai untuk menutupi lonjakan biaya pengeluaran primer, seperti belanja makanan dan transportasi bulanan.  

Pada saat yang sama, membiasakan diri dengan mengatur ulang arus kas dari gaji/penghasilan dan juga mengatur ulang pengeluaran primer harus segera dimulai. Untuk sementara, ada dua hal yang bisa dilakukan, yaitu kurangi jumlah yang dibeli atau cari substitusi dengan harga lebih rendah, sehingga jumlah/volume tetap sama. 

Selain itu, selalu sisihkan dana investasi untuk memenuhi kebutuhan di masa depan, seperti untuk dana kebutuhan di masa pensiun maupun dana pendidikan anak. Hal ini perlu dilakukan untuk mengantisipasi kenaikan harga di masa mendatang.

Memanfaatkan Peluang Investasi

Berbeda dengan periode sebelumnya, kenaikan harga BBM bersubsidi kali ini tidak menimbulkan kecemasan yang berlebihan. Saat wacana kenaikan BBM bersubsidi muncul, kebijakan ini justru disambut baik oleh para pelaku pasar. Hal ini terlihat dari aliran dana masuk milik investor asing selama bulan Agustus lalu, setelah beberapa bulan terakhir mencatatkan arus keluar. 

Di tengah dampak kenaikan BBM bersubsidi, rencana kenaikan suku bunga The Fed dan Bank Indonesia, serta tekanan eksternal, pasar finansial Indonesia tetap stabil didukung oleh kondisi makro ekonomi yang suportif. Menurut Freddy, pasar saham masih memberikan peluang investasi yang menarik dalam jangka panjang.  

Kondisi makro ekonomi Indonesia yang lebih solid disertai dengan pertumbuhan laba perusahaan yang diperkirakan tumbuh pada laju yang sehat diharapkan dapat mendorong pergerakan pasar saham, terutama ketika sentimen global sudah lebih membaik. "Faktor siklikal terkait pemulihan ekonomi mendukung sentimen dan fundamental perusahaan yang lebih baik bagi pasar saham," kata Freddy. 

Sementara itu, pasar obligasi menunjukkan resiliensi di tengah berbagai tantangan. Imbal hasil riil yang tinggi mampu menopang stabilitas pasar obligasi, bahkan ketika US Treasury kembali bergejolak. Normalisasi suku bunga BI di tengah pengetatan global yang agresif mendukung pasar obligasi dan nilai tukar rupiah. Sentimen akan semakin positif ketika tingkat inflasi, terutama di Amerika Serikat dan Eropa sudah mencapai puncak. 

Freddy menekankan, diversifikasi aset menjadi strategi yang tepat bagi para investor dalam merealisasikan berbagai tujuan keuangan di masa depan. "Porsi mana yang lebih besar, apakah di saham atau di obligasi atau di pasar uang, akan sangat tergantung pada profil risiko dan target waktu pemanfaatan dananya," jelas Freddy.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement