REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, Indonesia perlu mengimpor BBM sebesar 1,4 juta kiloliter (KL). Hal itu berdasarkan data sementara yang telah dikumpulkan. Volume tersebut diperoleh dari akumulasi peralihan masyarakat yang sebelumnya menggunakan BBM bersubsidi atau Pertalite menuju BBM nonsubsidi.
“Jadi, untuk kebutuhan yang disampaikan, data sementara 1,4 juta KL, jadi itu nanti berapa porsi Pertamina, berapa porsi badan usaha,” kata Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung, Jumat (12/9/2025).
Yuliot mengatakan, rencana impor bahan bakar minyak (BBM) akan dilakukan dari Amerika Serikat sebagai respons atas kelangkaan bensin di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta, seperti Shell dan bp.
“Ini impor dalam rangka pemenuhan, komitmen trade balance (neraca perdagangan) Indonesia dengan Amerika Serikat,” ucap Yuliot.
Pernyataan tersebut Yuliot sampaikan ketika disinggung mengenai kebutuhan pengelola SPBU swasta menambah impor BBM dalam rangka mengatasi kelangkaan yang terjadi sejak Agustus 2025. Adapun sejumlah perusahaan migas AS yang disebut Yuliot dapat menjadi opsi pembelian BBM dari Amerika Serikat adalah ExxonMobil dan Chevron.
“Itu kan perusahaan AS. Jadi, dari mana pun mereka melakukan pengadaan, itu terserah. Tetapi ini kami catatkan sebagai trade balance Indonesia dengan Amerika,” tuturnya.
Kementerian ESDM meminta kepada masing-masing badan usaha, termasuk Pertamina, untuk memerinci kebutuhan impor BBM mereka hingga akhir tahun. Sebab, untuk memberi perizinan impor, Kementerian ESDM harus memiliki data kebutuhan dari masing-masing badan usaha.
“Jadi, per badan usaha harus kami detailkan. Karena itu nanti proses impornya akan dilakukan satu pintu (lewat Pertamina). Jadi jangan sampai ada yang sudah diberikan, lalu tidak cukup,” tutur Yuliot.
Kelangkaan BBM di SPBU swasta telah berlangsung sejak Agustus 2025. Kementerian ESDM menyatakan pengelola SPBU swasta tidak mendapatkan kuota impor tambahan.
Untuk memenuhi kebutuhan BBM, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyarankan kepada pengelola SPBU swasta untuk membelinya dari Pertamina.
Oleh karena itu, pengelola SPBU swasta diminta mengumpulkan data volume kebutuhan dan spesifikasi BBM masing-masing kepada Kementerian ESDM untuk diolah sebelum diberikan kepada Pertamina.
Data tersebut akan menjadi dasar bagi Pertamina untuk melakukan pengadaan. Apabila Pertamina dapat memenuhi kebutuhan SPBU swasta tanpa menambah impor, maka Indonesia tidak perlu mengimpor BBM lagi. Namun, apabila Pertamina merasa perlu melakukan impor tambahan untuk memenuhi kebutuhan SPBU swasta, maka impor memungkinkan untuk dilakukan oleh Pertamina.
