REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Center of Reform (Core) Indonesia menilai target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diprediksi Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) sebesar 5,4 persen akan tercapai pada tahun ini. Hal ini merujuk pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2022 berpotensi kisaran lima persen ke atas.
Ekonom Core Indonesia Yusuf Rendy mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2022 bisa lebih tinggi ketika harga beberapa bahan kebutuhan pokok seperti minyak goreng mengalami kenaikan. Pada saat yang bersamaan pemerintah mengeluarkan kebijakan menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN).
“Saya kira untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi seperti yang disampaikan oleh ADB bisa tercapai. Namun demikian sebaliknya kalau ternyata bantuan langsung tunai ternyata kurang baik dalam konteks jumlah penerima bantuan dan juga jumlah anggaran yang dialokasikan bantuan ini,” ujarnya ketika dihubungi, Rabu (21/9/2022).
Rendy menggarisbawahi beberapa hal untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang disampaikan ADB. Hal ini mengingat laju inflasi tengah merangkap level yang tinggi dan saat bersamaan pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menangkal dampak inflasi yakni kebijakan bantuan langsung tunai.
“Titik kedua kebijakan ini yang menurut saya akan memainkan peran terhadap kinerja pertumbuhan konsumsi rumah tangga terutama pada kuartal IV 2022, karena dampak dari kenaikan harga BBM mulai akan terasa dampaknya pada kuartal IV 2022. Apabila asumsinya kedua bantuan ini dapat menjaga daya beli masyarakat,” ucapnya.
“Pertumbuhan konsumsi rumah tangga bisa sedikit lebih rendah dibandingkan proyeksi, sehingga akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi yang menurut saya tidak akan mencapai 5,4 persen tetapi masih bisa tumbuh di atas lima persen,” ucapnya.
Dari kinerja investasi, Rendy menyebut pertumbuhan investasi juga akan dipengaruhi dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga dengan konsumsi rumah tangga yang tumbuh tinggi. Hal itu akan ikut menggerakkan pertumbuhan investasi di dalam negeri.
“Namun tantangan pertumbuhan investasi di dalam negeri adalah meningkatnya suku bunga acuan BI, sehingga ongkos pembiayaan bagi para pelaku usaha itu akan sedikit lebih mahal jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Dan akan ikut memengaruhi seberapa jauh kinerja investasi dapat mencapai target dan memberikan dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini,” ucapnya.