REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pemerintah mencatat realisasi penerimaan pajak sebesar Rp 1.028 triliun pada Juli 2022. Adapun realisasi ini tumbuh 58,8 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan penerimaan pajak masih tumbuh positif sejalan perkembangan ekonomi secara impresif. Adapun realisasi penerimaan pajak juga setara 68,3 persen dari target yang tertuang dalam Perpres 98/2022 sebesar Rp 1.485 triliun.
“Pertumbuhan dari penerimaan negara kita, pajak kita sudah mengumpulkan Rp 1.028,5 triliun. Ini artinya, 69,3 persen dari target Perpres, yang meskipun sudah dinaikkan tapi masih bisa mengalami penerimaan yang cukup impresif,” ujarnya dalam keterangan tulis, Jumat (12/8/2022).
Menurutnya penerimaan pajak mengalami tren terus positif sejak awal 2022. Adapun catatan positif tersebut sejalan dengan tren pemulihan ekonomi dan basis penerimaan pada tahun lalu yang rendah.
Sri Mulyani melanjutkan tahun lalu basis dari pemerintah terbukti rendah. Hal ini menurutnya dikarenakan pemerintah masih memberikan banyak sekali insentif perpajakan dan ini menyebabkan basis penerimaan tahun lalu menjadi tergerus.
“Tahun ini dengan pemulihan yang makin baik, berbagai insentif sudah mulai di-face out. Jadi ini penerimaan pajak yang luar biasa tinggi dan tentu dana ini dipakai untuk bantalan-bantalan yang telah saya sampaikan tadi, baik subsidi, kompensasi, bansos, serta berbagai belanja pemerintah yang lain,” tuturnya.
Jika dirinci, penerimaan pajak senilai Rp 1.028 triliun terdiri dari PPh non migas sebesar Rp 595,0 triliun atau 79,4 persen dari target PPh non migas. Kemudian, juga ini terdiri PPN dan PPnBM sebesar Rp 377,6 triliun atau sekitar 59,1 persen.
Selain itu, penerimaan pajak ini juga terdiri dari PBB dan Pajak lainnya sebesar Rp 6,6 triliun atau 20,5 persen dari target pemerintah, dan PPH Migas sebesar Rp 49,2 triliun atau 76,1 persen dari target pemerintah.
Sri Mulyani menjelaskan penerimaan pajak yang sangat kuat ini disebabkan harga komoditas global. Selain itu, ada faktor implementasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), seperti pelaksanaan program pengungkapan sukarela (PPS), serta pengurangan insentif pajak secara bertahap.
“Harga komoditas tahun lalu juga sudah naik yang menyebabkan 15,6 triliun sendiri, tahun ini harga komoditas yang naik menyumbangkan lebih banyak lagi sebesar Rp 174,8 triliun. Selain itu, penerimaan pajak yang sangat tinggi juga karena ada program PPS, kita mengumpulkan Rp 61 triliun itu yang wajib-wajib pajak yang melakukan koreksi terhadap compliance atau kepatuhan mereka,” jelasnya.
Secara bulanan, penerimaan pajak pada Juli 2022 mengalami pertumbuhan 61,8 persen, melambat dari posisi bulan sebelumnya yang mencapai 80,4 persen. Hal itu terjadi karena hingga Juni 2022, ada pelaksanaan PPS yang tidak akan terulang.
"Tentu dana ini nanti dipakai bantalan-bantalan shock absorber, baik untuk subsidi, kompensasi, bansos, serta berbagai belanja pemerintah yang lain," ucapnya.