REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Pemilik saham menggugat Unilever Inc karena menilai perusahaan itu gagal menangani boikot perusahaan es krim Ben & Jerry's yang berhenti menjual produknya di wilayah Palestina pendudukan Israel.
Berdasarkan gugatan class action di pengadilan federal Manhattan, keputusan Unilever menutupi langkah Ben & Jerry's sebelum diumumkan ke publik tidak tepat. Gugatan itu mengaku mungkin banyak negara bagian Amerika Serikat (AS) menarik investasi dari perusahaan yang mendukung boikot anti-Israel tapi mendukungnya ketika diumumkan.
Pada Juli tahun lalu Ben & Jerry's mengumumkan akan berhenti menjual es krimnya di Tepi Barat dan sebagian Yerusalem Timur pendudukan Israel. Keputusan itu merusak hubungan mereka dengan produsen es krim Israel.
Harga American depositary receipts ("ADRs") Unilever turun 8 persen selama enam hari ketika Florida dan Texas meninjau hubungan mereka dengan perusahaan asal Inggris itu. ADRS merupakan sertifikat yang dikeluarkan bank AS yang mewakili saham perusahaan asing.
Kelompok masyarakat Yahudi juga menuduh Ben & Jerry's anti-Semit. Gugatan terbaru mencatat Florida, Texas dan New York menarik investasi dari dana pensiunan dari Unilever.
"Akibat dari tindakan dan kelalaian tergugat, dan penurunan nilai masar ADRs Unilever, penggugat dan anggota kelas lainnya menderita kerugian besar," kata gugatan yang diajukan Kamis (16/6) itu.
Gugatan ini diajukan dana pensiun Kepolisian dan Pemadam Kebakaran St. Clair Shores. Unilever belum menanggapi permintaan komentar. Chief Executive Officer Unilever Alan Jope dan dewan perusahaan juga jadi tergugat.
Didirikan pada 1978 Ben & Jerry's dikenal memiliki posisi dalam isu-isu sosial. Perusahaan itu mempertahankan independensinya setelah dibeli Unilever tahun 2000. Pada Juli lalu Ben & Jerry's mengatakan menjual es krim di daerah Palestina yang diduduki Israel "tidak konsisten dengan nilai-nilai kami."