Selasa 31 May 2022 18:37 WIB

Serbuan Produk Impor, Industri Tekstil Khawatirkan Pertumbuhan Kuartal II

Capaian pertumbuhan industri kuartal I utamanya didorong penjualan dalam negeri

Rep: dedy darmawan nasution/ Red: Hiru Muhammad
Seorang pedagang menata kain tekstil dagangannya di Cipadu, Kota Tangerang, Banten, Selasa (22/2/2022). Kementerian Perindustrian memprediksi pertumbuhan industri garmen dan tekstil pada kuartal I 2022 akan tumbuh di level 10,44 persen akibat lonjakan permintaan pada Ramadhan 2022.
Foto: ANTARA FOTO/Fauzan/hp.
Seorang pedagang menata kain tekstil dagangannya di Cipadu, Kota Tangerang, Banten, Selasa (22/2/2022). Kementerian Perindustrian memprediksi pertumbuhan industri garmen dan tekstil pada kuartal I 2022 akan tumbuh di level 10,44 persen akibat lonjakan permintaan pada Ramadhan 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertumbuhan industri tekstil dan produk Tekstil di kuartal pertama 2022 yang mencapai 12,45 persen secara tahunan (yoy), tidak lantas membuat para pelaku usaha tenang menghadapi kuartal berikutnya hingga akhir tahun. Pasalnya ancaman produk impor baik yang legal maupun ilegal mulai kembali membanjari pasar domestik.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta menyatakan, capaian pertumbuhan industri kuartal I utamanya didorong oleh penjualan dalam negeri yang meningkat tajam.

Baca Juga

Itu sebagai dampak momen lebaran dan investasi baru dalam rangka penambahan kapasitas produksi dari hulu sampai hilir.“Para pengusaha kembali berinvestasi menambah kapasitas usai serangkaian kebijakan pemerintah terkait pembatasan impor," kata Redma dalam pernyataan resmi APSyFI, diterima Republika.co.id, Selasa (31/5/2022).

Namun keadaan berbalik pada kuartal kedua pasca Kementerian Perdagangan kembali membuka keran impor tekstil untuk importir umum (API-U) dengan alasan untuk bahan baku industri Kecil menengah.

“Ini alasan yang agak aneh, karena selama tiga kuartal terakhir telah terbukti industri dalam negeri sangat mampu mensuplai bahan baku untuk IKM dan puncaknya di kuartal I 2022 ketika permintaan naik, kami sangat mampu mensuplai bahan baku untuk IKM,” kata Redma.

Pihaknya pun menenggarai ada lobi importir yang berkepentingan dibalik pemberian ijin impor ini.

“Ya impor sih boleh-boleh saja, tapi jangan hancurkan industri dalam negeri, suplai dalam negeri kan sudah terbukti mencukupi, kenapa harus impor?" ujarnya menambahkan.

Redma juga menjelaskan, kebijakan itu menjadi kontra-produktif dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan investasi dan memberikan lapangan pekerjaan untuk masyarakat.

Para pelaku usaha pun sangat mengkhawatirkan kinerja sektor tekstil mulai kuartal II hingga kuartal IV akhir tahun ini. Terlebih, adanya tekanan dari sisi biaya yaitu kenaikan bahan baku, kenaikan tarif listrik dan kenaikan PPN.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat, Ian Syarif, mengatakan, sebagian besar barang impor yang beredar dipasar baik grosir maupun online melakukan penjualan tanpa pembayaran PPN sehingga produk dalam negeri kalah saing karena praktik unfair.“Bagaimana bisa kami menaikan harga jual kalau banyak barang impor yang jual tanpa PPN” katanya.

Ian berharap agar pengawasan terhadap barang impor juga diperketan agar tercipta iklim persaingan usaha yang setara di pasar domestik.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement