REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut sektor keuangan menjadi sektor yang menempati peringkat kedua terbanyak alami serangan siber sepanjang 2021. Tercatat sebesar 70 persen serangan ditujukan kepada bank, dan 16 persen kepada perusahaan asuransi dan 14 persen sektor keuangan lainnya.
Deputi Direktur Basel & Perbankan Internasional, Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK, Tony mengatakan, serangan siber yang sering dialami perbankan menyangkut lima hal, di antaranya unencrypted data, malware, unsecured third party services, manipulated data, dan website atau application spoofing.
"Memang kadangkala serangan siber iseng sifatnya ada juga tujuannya untuk mengambil untung, bahkan meminta tebusan itu terjadi semua sektor. Dan sektor keuangan menjadi sektor yang menarik karena di dalamnya ada uang. Mereka sangat berusaha masuk ke sektor keuangan," ujarnya saat webinar Mengukur Percepatan Transformasi Digital Perbankan: Bagaimana Strategi Mitigasi dan Kesiapan Bank Menghadapi Cybercrime?, Selasa (17/5/2022).
Menurutnya ada dua faktor utama dilakukannya serangan siber, yaitu pertama, pelaku memang sengaja mencari keuntungan. Kedua, pelaku hanya membuktikan bahwa dirinya mampu membobol keamanan suatu perusahaan, khususnya sektor keuangan.
"Buat serangan siber sendiri timbul kebanggaan jika berhasil serang bank yang keamananya tinggi. Kalau baca literatur ada dua faktor, pertama untuk mencari keuntungan dan pride," ucapnya.
Tony menyebut banyak serangan siber baru dan terus terjadi di perbankan, baik secara global maupun domestik. Menurutnya, digitalisasi datang dengan berbagai tantangan, salah satu yang utama adalah keamanan siber.
"Ada yang memprediksi serangan siber paling besar terjadi di sektor keuangan dan ini seringkali terjadi. Memang serangan siber ini banyak macam jenisnya, serangan siber juga terus mengalami evolusi terus menerus," katanya.
Dia menyarankan agar bank tidak mengalami gangguan kedepannya atau kehilangan keuangan maupun kehilangan reputasi akibat serangan siber tersebut. Menurutnya sektor perbankan harus siap untuk melakukan mitigasi terhadap risiko keamanan siber.
"Saya bilang bahwa probabilitas serangan siber ke depan diprediksi di sektor keuangan itu bisa mencapai 86,7 persen dan memang itu tuh ada kemungkinan itu akan terjadi jika bank-banknya tidak siap untuk melakukan mitigasi terhadap risiko keamanan siber," ucapnya.