Rabu 23 Feb 2022 17:24 WIB

Pada 2022, Nilai Ekspor Kopi Melonjak Rp 14 Triliun

LPEI menilai komoditas kopi mampu menghasilkan citarasa kopi yang berbeda-beda.

Rep: Novita Intan/ Red: Gita Amanda
Pekerja menyortir biji kopi sebelum Pelepasan Ekspor, (ilustrasi).  Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) menilai komoditas kopi mampu menghasilkan citarasa kopi yang berbeda-beda.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pekerja menyortir biji kopi sebelum Pelepasan Ekspor, (ilustrasi). Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) menilai komoditas kopi mampu menghasilkan citarasa kopi yang berbeda-beda.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) menilai komoditas kopi mampu menghasilkan citarasa kopi yang berbeda-beda. Hal ini menjadikannya salah satu komoditas perkebunan terpenting yang juga dicari bangsa-bangsa asing.

Direktur Eksekutif LPEI Rijani Tirtoso Bondan mengatakan berdasarkan kajian Indonesia Eximbank Institute, nilai ekspor kopi Indonesia pada 2022 sebesar Rp 14 triliun, dan pasarnya masih sangat luas. Hal ini mengingat keragaman geografi wilayah yang membentang dari Sabang hingga Merauke, Miangas hingga Rote, tanaman kopi yang tumbuh di titik-titik terbaik di tanah air.

Baca Juga

“LPEI berharap, dengan menggarap dua komoditas tersebut secara lebih fokus, mendampingi para pelakunya secara konsisten dan persisten, kita bisa memberikan kontribusi lebih besar bagi para pelaku usaha kopi dan kain di tanah air. Sehingga dapat menjadi gestur positif bahwa pelaku usaha siap untuk bangkit dan pulih kembali,” ujarnya kepada wartawan, Rabu (23/2/2022).

LPEI sebagai sarana diplomasi dan komoditas yang diangkat potensi bisnisnya saat sela-sela pertemuan tingkat menteri dan gubernur bank sentral anggota G-20 dan negara-negara mitra yang diselenggarakan di Jakarta, 15 sampai 18 Februari 2022. Rinjani menyebut potensi kopi agar dikenalkan kepada negara-negara lain itu masih sangat besar.

“Hari ini, produksi kopi Indonesia sudah menjadi bagian dari bisnis dan industri kopi dunia. Apalagi, kita termasuk negara produsen kopi terbesar selain Brazil, Kolombia, dan Vietnam,” ucapnya.

Menurutnya LPEI mendorong banyak produsen kopi pada level hulu untuk menikmati aroma wangi bisnis kopi dunia, salah satunya melalui program Desa Devisa komoditas kopi. Rinjani optimistis, dengan pembinaan dan pendampingan yang tepat, sinergi dan kolaborasi dengan pemangku kepentingan khususnya pada ekosistem ekspor juga dengan promosi yang lebih gencar, kain dan kopi Indonesia bisa berbicara lebih banyak di pasar internasional, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan para pelaku usaha di kedua sektor tersebut.

Pada ajang pertemuan G-20 sektor finansial yang dimulai 16 Februari lalu, LPEI juga berkolaborasi menggandeng barista-barista muda Indonesia yang sudah mendapatkan pengakuan internasional, untuk menyajikan kopi terbaik Indonesia kepada para delegasi dan tamu undangan.

Yoshua Tanu, salah satu barista yang digandeng LPEI untuk melayani tamu-tamu undangan mengatakan, “Ini sangat keren. Kita sebagai pemain kopi berkesempatan melayani delegasi dari kopi-kopi terbaik dari Indonesia, dan mereka bisa merasakan seperti apa nikmat dan enaknya kopi dari Indonesia. Pada event G-20, kita sajikan kopi Bali Kintamani, Aceh Gayo, dan Toraja Kalosi,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement