REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemanfataan teknologi Carbon Capture, Utilization and Storage (CCS/CCUS) semakin banyak dikembangkan di sejumlah lapangan minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia. Hal ini mendorong Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk memperluas potensi kerja sama guna mengatasi perubahan iklim dan menekan emisi karbon.
"Skema kerja sama yang dikembangkan cukup luas, tidak hanya sekedar menyimpan CO2 di lapangan migas, tetap juga hub-clustering sehingga bisa lebih luas mengakomodasi berbagai bentuk kerja sama skema bisnis dalam penanganan climate change," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka, Ahad (20/2/2022).
Tutuka merinci terdapat tiga potensi kerja sama CCS/CCUS. Pertama, pengembangan CCS/CCUS hub & clustering regional CO2 management dimana beberapa emisi dengan 'hub' sumber emisi CO2 yang terhubung dengan beberapa clustered penyerap CO2 di suatu wilayah.
Kedua, pengembangan pemanfaatan CO2 untuk menghasilkan methanol. Terakhir, pengembangan blue hydrogen dan blue ammonia + CCS. "Kita menyambut apa yang disebut low hydrogen," tambah Tutuka.
Kerja sama pengembangan CCS/CCUS dalam kegiatan usaha migas merupakan salah satu bagian dari regulasi CCS/CCUS yang saat ini tengah digodok dan diharapkan dapat secepatnya rampung. Ruang lingkup regulasi ini terdiri dari aspek teknis, skenario bisnis, aspek hukum dan aspek ekonomi.
Hal-hal yang diatur dalam aspek teknis, antara lain penangkapan, transportasi, injeksi, penyimpanan dan monitoring, pengukuran, pelaporan dan verifikasi. Selain itu, penetapan tujuan, spesifik lokasi, berdasarkan standar acuan dan praktek engineering (keteknikan) yang baik.
Skenario bisnis, antara lain berdasarkan kontrak bagi hasil blok migas, sumber emisi CO2 tidak hanya berasal dari migas tetapi juga dari industri-industri lainnya melalui B to B dengan Kontraktor Migas.
Aspek lainnya adalah hukum, seperti proposal CCS/CCUS sebagai bagian dari rencana pengembangan lapangan (PoD), pengalihan tanggung jawab dan sebagainya.
Sedangkan aspek ekonomi, antara lain mengatur potensi pendanaan pihak ketiga, potensi monetisasi kredit karbon berdasarkan Perpres Nomor 98 Tahun 2021, serta pemisahan kredit karbon dalam kontrak bagi hasil.
Teknologi CCS/CCUS telah dikembangkan di sejumlah lapangan migas, antara lain Lapangan Gundih, Sukowati, Sakakemang, East Kalimantan hingga rencana project CO2-EGR di Lapangan Tangguh. Ketiga project tersebut mampu menyimpan potensi CO2 kurang lebih 43 juta ton. "Pihak industri cukup antusias melaksanan project ini," ungkap Tutuka.
Sebagai informasi, total emisi CO2 dari sektor penyediaan minyak dan gas bumi diperkirakan sebesar 1,1 Giga Ton CO2. Kapasitas CO2 di Depleted Oil and Gas baru terpakai 52,6 persen apabila seluruh emisi diinjeksikan ke Depleted Oil and Gas Reservoir. "Pendekatan dengan menyimpan CO2 di bawah tanah akan menjadi enabler dalam rangka peningkatan produksi migas sehingga kita cukup senang karena (menjaga) ruang kapasitas storage nasional," tegas Tutuka.