Kamis 10 Feb 2022 19:34 WIB

BI Tambah Likuiditas Perbankan Rp 10,34 Triliun

BI juga membeli SBN di pasar perdana sebesar Rp 3,56 triliun melalui lelang utama.

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo
Foto: BI
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) telah menambah likuiditas alias melakukan quantitative easing di perbankan sebesar Rp10,34 triliun sejak 1 Januari hingga 8 Februari 2022. Sehingga kondisi likuiditas di perbankan tetap longgar.

Selain itu bank sentral juga melanjutkan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana untuk pendanaan APBN 2022 sebesar Rp 3,56 triliun melalui mekanisme lelang utama sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur BI yang berlaku hingga 31 Desember 2022."Kondisi likuiditas yang tetap longgar sejalan dengan dampak sinergi kebijakan BI dengan pemerintah dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulan Februari 2022 di Jakarta, Kamis (10/2/2022).

Baca Juga

Adapun kondisi tersebut tercermin pada rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) Desember 2021 yang tinggi mencapai 35,12 persen, serta Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tumbuh sebesar 12,21 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy). Selain itu Perry menuturkan likuiditas perekonomian juga meningkat, yang tercermin pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) pada Desember 2021 yang tumbuh meningkat masing-masing sebesar 17,9 persen (yoy) dan 13,9 persen (yoy).

"Pertumbuhan uang beredar tersebut terutama didukung oleh berlanjutnya ekspansi fiskal dan peningkatan kredit perbankan," ucap dia.

Intermediasi perbankan, kata Perry, terus membaik dengan pertumbuhan kredit sebesar 5,24 persen (yoy) pada Desember 2021, seiring dengan permintaan kredit yang terus mengalami perbaikan sejalan dengan meningkatnya aktivitas korporasi dan rumah tangga. Sementara itu dari sisi penawaran, standar penyaluran kredit terus melonggar khususnya untuk kredit investasi dan modal kerja, seiring dengan menurunnya persepsi risiko kredit.

Pertumbuhan kredit UMKM juga meningkat didorong oleh meningkatnya permintaan sejalan dengan pemulihan aktivitas dunia usaha serta dukungan program pemerintah, sementara pemulihan kinerja korporasi diprakirakan berlanjut, yang tercermin dari berlanjutnya perbaikan penjualan dan belanja modal (capital expenditure).

Perry mengungkapkan beberapa sektor menunjukkan kesiapan untuk memenuhi peningkatan permintaan khususnya sektor komoditas dan manufaktur."BI terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas lainnya di sektor keuangan untuk mendorong peningkatan kredit dan pembiayaan perbankan kepada dunia usaha, terutama dari sisi permintaan sejalan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi," paparnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement