Ahad 30 Jan 2022 00:11 WIB

HSBC: RI dan Afrika Selatan Jadi Pasar Menarik pada 2022

Indonesia dan Afrika Selatan dianggap mampu tingkatkan kepemilikan domestik.

Pekerja menyelesaikan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Jumat (21/1/2022). Kepala Peneliti Pasar Negara Berkembang dari HSBC Andra De Silva mengatakan Indonesia dan Afrika Selatan menjadi pasar di negara berkembang yang menarik bagi tujuan investor pada 2022.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Pekerja menyelesaikan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Jumat (21/1/2022). Kepala Peneliti Pasar Negara Berkembang dari HSBC Andra De Silva mengatakan Indonesia dan Afrika Selatan menjadi pasar di negara berkembang yang menarik bagi tujuan investor pada 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Peneliti Pasar Negara Berkembang dari HSBC Andra De Silva mengatakan Indonesia dan Afrika Selatan menjadi pasar di negara berkembang yang menarik bagi tujuan investor pada 2022. Keduanya dianggap kuat karena mampu meningkatkan porsi kepemilikan domestik dibanding asing.

"Dua pasar utama tersebut tahun ini resmi menjadi sorotan publik dan sangat menonjol," ungkap De Silva dalam Annual Investment Forum 2022 di Jakarta, Sabtu (29/1/2022).

Baca Juga

Indonesia dan Afrika Selatan berhasil menarik perhatian investor lantaran pasar keuangan kedua negara dianggap kuat karena meningkatkan porsi kepemilikan domestik dibanding asing dalam investasinya. Apalagi, lanjut De Silva, normalisasi kebijakan bank sentral dunia tentunya akan membuat arus modal keluar dari negara-negara emerging market, sehingga peningkatan porsi kepemilikan domestik sangat akan menopang ketahanan keuangan kedua negara.

Di sisi lain, nilai tukar Indonesia dan Afrika Selatan cenderung lebih stabil dibanding negara emerging market lainnya. Dengan berbagai kondisi tersebut, Indonesia dan Afrika Selatan dianggap jauh lebih baik dalam persiapan menghadapi normalisasi kebijakan moneter bank sentral dunia, utamanya Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed.

Meski begitu, ia berpendapat saat ini aliran modal asing yang masuk ke berbagai negara emerging market tak akan sebanyak sebelumnya. Ini lantaran mulai mengetatnya likuiditas global akibat persiapan normalisasi berbagai bank sentral dunia.

"Kami memperkirakan lebih jauh akan ada penyusutan neraca absolut, tetapi kelas aset lain yang akan kita lihat lebih banyak dampaknya," ungkap De Silva.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement