REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat outstanding pelaku usaha fintech atau pinjaman online (pinjol) sebesar Rp 27,9 triliun pada Oktober 2021. Adapun realisasi ini meningkat 57,49 persen dibandingkan Januari 2021 sebesar Rp 17,71 triliun.
Berdasarkan data statistik fintech OJK, outstanding pinjaman online mengalir ke 19,94 juta rekening penerima pinjaman aktif. Berdasarkan kualitas pembiayaannya, di antaranya sebesar Rp 25,39 triliun merupakan pinjaman online lancar dengan pembayaran sampai 30 hari.
Namun sisanya sebesar Rp 1,91 triliun merupakan pinjaman tidak lancar dengan pembayaran terlambat 30 sampai 90 hari. Lalu, sebesar Rp 593 miliar yang macet lebih dari 90 hari.
“Hal itu sejalan penurunan rasio TBK90 atau tingkat kepatuhan bayar fintech yang ada level 97,87 persen pada Oktober 2021. Angkanya menyusut dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 98,10 persen,” tulis statistik OJK, Senin (13/12).
Mengacu pada gender, secara nilai, outstanding pinjol dari perempuan mendominasi. Berdasarkan jumlah rekening penerima pinjaman aktif, laki-laki lebih mendominasi.
Dari sisi kelompok umur, OJK melansir milenial usia 19 tahun sampai 34 tahun mendominasi outstanding pinjaman online sebesar Rp 15,56 triliun, lalu kelompok umur 35 tahun sampai 54 tahun.
“Total penyelenggara pinjaman online sebanyak 104 perusahaan fintech, terdiri dari 97 pinjaman online umum atau konvensional, dan tujuh pinjaman online berbasis syariah,” tulis OJK.
Sementara itu, OJK menerima 51 ribu aduan mengenai fintech peer to peer lending dari masyarakat. Adapun mayoritas aduan terkait pinjaman online ilegal atau tak berizin dan terdaftar OJK.
Advisor Grup Inovasi Keuangan Digital OJK Maskum mengatakan aduan ini melalui layanan call center sepanjang tahun ini. "Terkait fintech ada 51 ribu, yang sebagian besar terkait fintech tidak berizin. Sedangkan (keluhan) yang berizin cuma 1.700 atau 3,33 persen dari 51 ribu itu," ujarnya saat webinar, Senin.
Secara total, Maskum mencatat jumlah masyarakat yang menghubungi call center OJK mencapai 595 ribu sepanjang tahun ini. Adapun jumlahnya meningkat 22 kali lipat jika dibandingkan pada 2017 lalu.
“Banyaknya keluhan dari masyarakat terkait pinjaman online ilegal ke otoritas karena rupanya masyarakat masih mengakses pinjaman tersebut. Akses pinjaman dilakukan karena masyarakat belum teredukasi dengan baik,” ucapnya.
Maskum menyebut saat ini tingkat literasi atau pemahaman masyarakat terhadap keuangan digital masih rendah termasuk pinjaman online. Saat ini, tingkat literasi digital nasional baru 36 persen.
"OJK sebagai regulator telah menjalankan inisiatif dalam rangka meningkatkan literasi keuangan, antara lain bekerja sama dengan beberapa perguruan tinggi untuk membuat kurikulum digital," katanya.