REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akan menyiapkan program edukasi bagi investor pemula. Hal ini dilakukan sebagai upaya literasi dan mencegah adanya kerugian yang timbul dari berinvestasi.
"LPS siap mengedukasi langsung investor-investor pemula. Kami punya tools untuk mengajar mereka membaca analisis teknikal di pasar saham sampai kripto. Tren berinvestasi ini harus dimanfaatkan dengan baik, jangan sampai mereka tersesat dan kapok karena harus mengalami kerugian akibat kurang pengetahuan," kata Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa dalam diskusi di Jakarta, Kamis (2/12).
Ia memastikan berbagai program edukasi yang disiapkan mencakup penyelenggaraan webinar hingga forum khusus atau hybrid. Selain itu, LPS menggalang kerja sama dengan kalangan jurnalis maupun pihak akademisi.
Menurut dia, upaya edukasi dari sejumlah pihak sudah dilakukan untuk mendorong literasi, meski hal tersebut belum optimal menekan kerugian maupun mengurangi stigma negatif di dunia investasi. Ini sebabkan masih ada pemodal yang salah berinvestasi.
Berdasarkan Indeks Inklusi Keuangan dan Indeks Literasi Keuangan Indonesia, tingkat inklusi keuangan nasional mencapai 76,19 persen pada 2019, sedangkan tingkat literasi di tahun yang sama baru mencapai 38,03 persen.
"Artinya peningkatan akses terhadap produk keuangan cenderung dari masyarakat belum diikuti sepenuhnya oleh pemahaman terhadap risiko-risikonya," tuturnya.
Purbaya juga menilai peningkatan literasi, terutama di sektor pasar modal penting dilakukan karena jumlah investor pasar modal telah meningkat signifikan di masa pandemi. Saat ini, jumlah investor di pasar modal per Oktober 2021 tercatat mencapai 6,75 juta, atau meningkat pesat dibandingkan periode sama pada 2018 yang mencapai 1,6 juta investor. Selain itu, investor jenis produk reksadana dan investor saham juga jauh lebih tinggi dibandingkan jumlah investor yang berinvestasi di Surat Berharga Negara (SBN).
Dari sisi demografi, investor pasar modal di Indonesia didominasi kelompok umur di bawah 30 tahun, yaitu mencapai 59,50 persen dengan besaran aset mencapai Rp 40,56 triliun. Disusul investor berusia 31-40 tahun dengan proporsi 21,51 persen dan kepemilikan aset sebesar Rp 90,3 triliun.
Dari sisi jenjang pendidikan, mayoritas investor tersebut berlatar belakang Sekolah Menengah Atas (SMA) atau mencapai 56,75 persen dengan total aset sebesar Rp 169,44 triliun. Berdasarkan pekerjaan, investor didominasi oleh pegawai (swasta dan ASN) serta pelajar. Proporsinya masing-masing 33,48 persen dengan aset sebesar Rp 283,3 triliun untuk pegawai dan 27,59 persen dengan aset sebesar Rp 16,14 triliun untuk pelajar.
"Melihat data ini, jelas banyak terjadi peningkatan di investor muda atau investor pemula. Ini yang harus jadi target edukasi. Karena ini momentum, tak pernah selama ini terjadi peningkatan drastis di kategori investor muda seperti pelajar dan mahasiswa. Ini harus dijaga," kata Purbaya.