Kamis 02 Dec 2021 12:20 WIB

Adaptasi Perubahan Iklim, Mentan Dorong Inovasi Teknologi

Artificial intelligence dapat digunakan mendukung agenda dalam perubahan iklim

Dampak perubahan iklim terus mendapat perhatian masyarakat dunia. Indonesia pun siap mengambil peran dalam upaya dunia beradaptasi dengan perubahan iklim.  Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menyebutkan peran inovasi dan teknologi, termasuk IoT dan artificial intelligence perlu dimaksimalkan dalam upaya adaptasi perubahan iklim.
Foto: istimewa
Dampak perubahan iklim terus mendapat perhatian masyarakat dunia. Indonesia pun siap mengambil peran dalam upaya dunia beradaptasi dengan perubahan iklim. Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menyebutkan peran inovasi dan teknologi, termasuk IoT dan artificial intelligence perlu dimaksimalkan dalam upaya adaptasi perubahan iklim.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR--Dampak perubahan iklim terus mendapat perhatian masyarakat dunia. Indonesia pun siap mengambil peran dalam upaya dunia beradaptasi dengan perubahan iklim.  Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menyebutkan peran inovasi dan teknologi, termasuk IoT dan artificial intelligence perlu dimaksimalkan dalam upaya adaptasi perubahan iklim. 

“Kita sedang berada di era Artificial intelligence. Penggunaannya perlu kita manfaatkan untuk mendapatkan pengetahuan dan analisis tajam tentang strategi yang dilakukan untuk beradaptasi dengan perubahan iklim,” ungkap Syahrul saat memberikan sambutan pada kegiatan audiensi dengan Perhimpunan Meterologi Pertanian Indonesia (Perhimpi) di Bogor, pada Rabu, 1 Desember 2021. 

Baca Juga

Menurut Syahrul, artificial intelligence dapat turut mendukung agenda yang dijalankan dalam beradaptasi dengan perubahan iklim.  Agenda pertama yang harus dijalankan adalah menyamakan persepsi dan mindset terhadap kondisi perubahan. Kedua, agenda mengenai tata kelola yang harus dilakukan, termasuk dalam penerapannya.  “Kita misalnya harus bisa memprediksi varietas yang harus digunakan, apakah varietas tahan genangan atau varietas tahan kering. Pertanaman pun begitu, harus diatur,” jelasnya. 

Agenda ketiga yang perlu dijalankan adalah mendorong perubahan perilaku dari semua pihak, baik dari pihak Kementerian Pertanian (Kementan), perguruan tinggi, hingga kelompok tani terkait langkah yang harus dilakukan. 

Syahrul menambahkan, semakin besar dampak dari perubahan iklim maka semakin besar pula kekuatan yang harus dikeluarkan untuk mengatasinya.  “Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri, akademisi tidak bisa sendiri. Kami butuh kecerdasan para peneliti dan perguruan tinggi untuk mengatasi masalah ini. Inovasi harus kita mainkan,” tegas Syahrul. 

Wakil Ketua Dewan Penasihat Perhimpi Yonny Koesmaryono menyampaikan pihaknya siap membantu Kementan, terutama pemetaan wilayah yang berpotensi terdampak perubahan iklim. “Mudah-mudahan kami bisa mengembangkan sesuai pengetahuan dan teknologi, termasuk dalam memetakan wilayah-wilayah yang rentan dampak perubahan iklim,” jelasnya. 

Dirinya menyebutkan sektor pertanian adalah salah satu sektor yang sangat rentan (vulnerable) terhadap perubahan iklim.  Tapi juga perlu diingat bahwa pertanian merupakan salah satu sektor pembangkit ekonomi sekaligus pilar penyangga ketahanan pangan dan ketahanan sosial politik dan keamanan nasional. 

“Karena itu, sektor pertanian harus mengutamakan upaya adaptasi agar lebih tangguh menghadapi perubahan iklim, sehingga produksi pertanian dan ketahanan pangan tidak terganggu, namun tidak mengabaikan upaya mitigasi,” ujarnya. 

Maka Perhimpi pun menilai perlunya peningkatan kemampuan petani untuk memanfaatkan informasi prediksi iklim seoptimal mungkin melalui informasi prediksi cuaca dan iklim berbasis dampak dalam bidang pertanian. “Kita harus bisa mendiseminasikan informasi-informasi tentang iklim ini kepada petani sehingga teknologi yang mereka jalankan bisa tepat,” kata Yonny.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement