REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga minyak goreng di Tanah Air terus melambung. Di beberapa daerah mencapai Rp 30 ribu per liter.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai, Kenaikan harga minyak goreng tidak akan terlalu berdampak. "Menurut hitungan Saya tidak akan terlalu besar dampaknya ke perekonomian kita," ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (3/11).
Ia menjelaskan, minyak goreng mengalami kenaikan karena harga Crude Palm Oil (CPO) juga meningkat. "Ini proses alami yang tidak harus dicegah. Sepanjang kenaikannya bukan karena permainan produsen seperti kasus PCR," ujarnya.
Bagi Piter, yang terpenting kenaikan itu masih dalam batas wajar, pemerintah pun tidak perlu intervensi. Menurutnya, kenaikan harga yang wajar justru dibutuhkan industri.
"Kita juga harus ingat bahwa kenaikan harga yang wajar itu dibutuhkan oleh industri agar mereka terus beroperasi, sehingga mereka bisa menyerap tenaga kerja. Sekaligus membantu mengatasi pengangguran dan kemiskinan," tuturnya.
Ia melanjutkan, memang dipastikan bakal ada dorongan kenaikan inflasi dari imported inflation. Hanya saja, itu karena kenaikan harga minyak dunia mendorong inflasi global, maupun inflasi yang disebabkan oleh kenaikan barang-barang domestik yg dipengaruhi langsung dan tidak langsung oleh kenaikan harga minyak.
"Tetapi selama pemerintah tidak memutuskan menaikkan BBM subsidi, dampaknya tidak akan sangat besar," jelas dia.
Ia menegaskan, sejauh ini kenaikan harga minyak goreng yang sudah cukup lama berlangsung belum berdampak ke inflasi Indonesia.
Inflasi Indonesia Masih terjaga di level rendah. Piter menjelaskan, Inflasi diperkirakan Lebih besar dipengaruhi oleh kenaikan permintaan ketika perekonomian mulai pulih seiring pelonggaran mobilitas karena meredanya pandemi.