Selasa 14 Oct 2025 21:17 WIB

Purbaya Tingkatkan Penindakan Rokok Ilegal, 816 Juta Batang Dimusnahkan per September 2025

Sekitar 72,9 persen barang sitaan merupakan jenis sigaret kretek mesin (SKM)

Rep: Eva Rianti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (kiri) didampingi Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Djaka Budhi Utama (kanan) melihat hasil penindakan penyelundupan barang Ilegal dan barang kena cukai (BKC) Ilegal hasil sitaan Kanwil Bea dan Cukai Jawa Tengah dan DIY di Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) di Desa Megawon, Jati, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Jumat (3/10/2025). Satuan Tugas (Satgas) Bea dan Cukai mencatatkan capaian signifikan dalam penegakan hukum di bidang kepabeanan dan cukai karena sepanjang periode Januari - September 2025 berhasil melakukan 22.064 penindakan dengan total nilai barang mencapai Rp6,8 triliun.
Foto: ANTARA FOTO/Nirza
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (kiri) didampingi Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Djaka Budhi Utama (kanan) melihat hasil penindakan penyelundupan barang Ilegal dan barang kena cukai (BKC) Ilegal hasil sitaan Kanwil Bea dan Cukai Jawa Tengah dan DIY di Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) di Desa Megawon, Jati, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Jumat (3/10/2025). Satuan Tugas (Satgas) Bea dan Cukai mencatatkan capaian signifikan dalam penegakan hukum di bidang kepabeanan dan cukai karena sepanjang periode Januari - September 2025 berhasil melakukan 22.064 penindakan dengan total nilai barang mencapai Rp6,8 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan di bawah Menteri Purbaya Yudhi Sadewa terus memperketat pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal yang dinilai merugikan negara dan mengganggu industri hasil tembakau resmi. Hingga September 2025, jumlah rokok ilegal yang dimusnahkan meningkat 37 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, meski jumlah penindakan menurun, volume barang yang disita justru naik signifikan.

Tidak ada kode iklan yang tersedia.

“Rokok ilegal, jumlah penindakannya tahun ini adalah 13.484 kali penindakan, lebih rendah dibandingkan tahun lalu (15.201). Namun, kalau lihat jumlah batang yang dicegat atau disita, meningkat dari 596 juta batang per September 2024 menjadi 816 juta batang per September 2025,” ujar Suahasil dalam konferensi pers APBN Kita Edisi Oktober 2025 di Jakarta, Selasa (14/10/2025).

Menurutnya, sebagian besar barang sitaan, sekitar 72,9 persen, merupakan jenis sigaret kretek mesin (SKM). Kondisi ini menandakan masih besarnya potensi kebocoran penerimaan negara akibat rokok ilegal.

“Dan ini berarti kita kehilangan cukai di sini,” tutur Suahasil.

Kemenkeu mencatat, realisasi penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) hingga September 2025 mengalami penurunan sebesar 2,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Meski demikian, secara keseluruhan penerimaan cukai tetap tumbuh 4,6 persen menjadi Rp163,3 triliun, atau setara 66,9 persen dari target APBN.

Penurunan CHT tersebut, menurut Suahasil, menjadi pengingat pentingnya penegakan hukum dan kesadaran industri terhadap regulasi. Rokok ilegal bukan hanya merugikan negara, tetapi juga mengganggu iklim usaha yang sehat bagi produsen legal.

Selain rokok ilegal, Kemenkeu juga mencatat peningkatan signifikan dalam penindakan terhadap narkotika.

“Jumlah penindakan narkotika naik 34,9 persen tahun ini menjadi 1.480 kali dari tahun sebelumnya 1.097 kali. Barang bukti berupa ganja dan sabu yang ditangkap mencapai 11,1 ton. Ini bukan jumlah yang kecil,” ujarnya.

Suahasil menegaskan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) akan terus memperkuat koordinasi dengan aparat penegak hukum untuk menekan peredaran rokok ilegal dan narkotika.

“Kemenkeu, khususnya Bea dan Cukai, bekerja sama secara intensif dengan aparat penegak hukum lain agar penindakan berjalan efektif dan memberikan efek jera,” kata dia.

Pemerintah berharap upaya ini dapat menjaga stabilitas penerimaan negara, memperkuat iklim industri hasil tembakau yang adil, serta melindungi masyarakat dari peredaran produk ilegal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement