Selasa 12 Oct 2021 18:55 WIB

Wamenkeu Tingkatkan Kepatuhan Pajak lewat UU Perpajakan

Program ini bentuk keringanan bagi wajib pajak yang selama ini menghiraukan kewajiban

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Warga membayar pajak kendaraan melalui loket layanan pembayaran pajak keliling di Kemantren Kraton, Yogyakarta, Rabu (8/9). Pemerintah berupaya meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Warga membayar pajak kendaraan melalui loket layanan pembayaran pajak keliling di Kemantren Kraton, Yogyakarta, Rabu (8/9). Pemerintah berupaya meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berupaya meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak. Hal ini tertuang di dalam program pengungkapan sukarela (PPS) dalam undang-undang harmonisasi peraturan perpajakan (UU HPP).

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan pemerintah tidak menargetkan hasil atau nilai dari program pengungkapan maupun repatriasi harta dari wajib pajak. “Saya ingin menekankan target dari program pengungkapan sukarela merupakan pengungkapan sukarela wajib pajak kita. Jadi targetnya bukanlah jumlah pendapatan tapi kepatuhan sukarela, sehingga mereka dapat berada dalam sistem pajak kita," ujarnya saat webinar International Tax Conference 2021 Selasa (12/10).

Menurutnya program ini merupakan bentuk keringanan yang diberikan oleh pemerintah kepada para wajib pajak yang selama ini menghiraukan kewajibannya.

"Ini adalah tawaran dari pemerintah. Ini akan menjadi sangat penting karena ini bersifat sukarela," ucapnya.

Pemberian kesempatan kepada wajib pajak dilakukan melalui pembayaran pajak penghasilan berdasarkan pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi (OP) Tahun Pajak 2020. Kemudian juga pembayaran pajak penghasilan berdasarkan pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya dilaporkan oleh peserta program pengampunan pajak atau amnesti pajak.

Wajib pajak dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang DJP belum menemukan data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud mulai 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022.

Harta bersih yang dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenai pajak penghasilan yang bersifat final dan dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Adapun tarif yang berlaku dalam program ini dibagi menjadi dua kebijakan yaitu kebijakan pertama subjeknya adalah wajib pajak orang pribadi dan Badan peserta Program Pengampunan Pajak dengan basis aset per 31 Desember 2015 yang belum diungkapkan saat mengikuti program ini.

Tarif PPh Final subjek tersebut sebesar 11 persen  deklarasi luar negeri (LN), delapan persen aset LN repatriasi dan aset dalam negeri (DN), serta enam persen aset LN repatriasi dan aset DN yang diinvestasikan dalam SBN/hilirisasi/renewable energy.

Kebijakan kedua memiliki subjek wajib pajak orang pribadi dengan basis aset perolehan sejak 2016 sampai 2020 yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020. Adapun tarif PPh Final subjek tersebut sebesar 18 persen deklarasi LN, sebesar 14 persen aset LN repatriasi dan aset DN, serta 12 persen aset LN repatriasi dan aset DN yang diinvestasikan dalam SBN/hilirisasi/renewable energy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement