Kamis 07 Oct 2021 14:05 WIB

Industri Tepung Telur Bantu Atasi Over Suplai Ayam

Wacana industri tepung telur sudah muncul sejak tahun 2019.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah ayam broiler yang berada di peternakan.
Foto: ANTARA/Asprilla Dwi Adha/rwa.
Sejumlah ayam broiler yang berada di peternakan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) Ali Usman menuturkan, pembangunan industri tepung telur diperlukan saat ini karena permintaan yang terus meningkat dari industri makanan dan minuman. Selain itu, industri tepung telur juga bisa ikut membantu mengatasi over suplai yang terjadi pada industri ayam broiler.

Ali mengatakan, sejauh ini pemerintah mengatasi over suplai ayam broiler dengan memusnahkan telur ayam yang akan ditetaskan menjadi bibit ayam broiler. Langkah itu semestinya tidak terus-menerus dilakukan karena merupakan langkah yang sangat merugikan.

Baca Juga

"Kenapa pemerintah tidak berpikir, bahwa over populasi di ayam broiler, itu bisa dimanfaatkan telurnya untuk industri tepung telur. Sehingga tidak lagi dimusnahkan secara cuma-cuma," kata Ali kepada Republika, Kamis (7/10).

Ia mengatakan, pada dasarnya telur ayam yang dihasilkan dari ayam broiler sama dengan telur yang dihasilkan oleh ayam petelur (layer). Telur dari ayam broiler pun dapat dikonsumsi selama belum masuk dalam proses pengeraman dan penetasan (setting HE).

Ali pun menduga pemusnahan telur sebagai upaya mengatasi over suplai ayam broiler memberikan potensi bocornya produksi telur dari ayam broiler ke pasar. Hal itu tentu akan menambah pasokan telur ayam di pasar dan membuat harga telur menjadi jatuh dan merugikan peternak layer yang fokus memproduksi telur ayam.

Wacana akan pentingnya industri tepung telur, kata Ali, sudah muncul sejak tahun 2019 lalu. Namun belum ada tindak lanjut konkret hingga saat ini. Industrialisasi justru terus terjadi pada sektor ayam broiler di mana semakin banyak perusahaan integrator perunggasan dan menyebabkan terjadinya over suplai daging ayam yang berimas pada anjloknya harga.

Lebih lanjut, Ali mengatakan, saat ini perusahaan integrator mulai merambah pasar telur ayam. Ia bahkan menyebut, produksi telur ayam secara nasional saat ini sekitar 15 persen disumbang dari perusahaan skala industri. Padahal, sesuai aturan pemerintah, produksi telur ayam 98 persen dikuasai oleh peternak layer.

Seharusnya kata Ali, industri yang saat ini ikut menikmati bisnis telur ayam diarahkan kepada industri olahan telur yakni tepung telur. "Jangan sampai nasib peternak layer sama dengan nasibnya peternak broiler," ujar Ali.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), total produksi telur ayam ras secara nasional pada tahun 2020 mencapai 5,04 juta ton. Angka itu naik dari tahun 2019 yang sebesar 4,75 juta ton. Adapun rata-rata konsumsi telur nasional sekitar 4,7 juta ton per tahun.

Sementara itu, permintaan terhadap impor tepung telur selalu ada setiap tahun seiring berkembangnya industri makanan dalam negeri. Pada 2019, tercatat, total impor tepung telur mencapai 2.750 ton dan produk olahan telur sebesar 549 ton. Adapun negara asal impor yakni Belgia, Denmark, India, Italia, Ukraina, dan Amerika Serikat.

"Pemasaran produk tepung telur juga seharusnya cukup mudah, karena kita punya industri makanan yang besar. Pemerintah bisa bantu peternak untuk industri tepung telur," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement