REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis (30/9) pagi terkoreksi dibayangi sentimen tapering oleh the Fed dan perlambatan data manufaktur China. Rupiah pagi ini bergerak melemah 22 poin atau 0,16 persen ke posisi Rp 14.315 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp 14.293 per dolar AS.
"Tapering masih menjadi sentimen yang bisa menekan nilai tukar rupiah hari ini," kata pengamat pasar uang Ariston Tjendra saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Menurut Ariston, pelaku pasar mengantisipasi potensi perubahan kebijakan moneter AS ke arah yang lebih ketat dengan masuk kembali ke aset dolar AS. Selain itu, lanjut Ariston, pelemahan data indeks aktivitas manufaktur China pada September juga bisa memberikan tekanan ke rupiah.
"Pelambatan manufaktur bisa China bisa menekan permintaan dan menekan harga komoditi yang menjadi produk ekspor indonesia," ujar Ariston.
Dari dalam negeri, jumlah kasus harian COVID-19 pada Rabu (29/9) bertambah 1.954 kasus sehingga total jumlah kasus terkonfirmasi positif COVID-19 mencapai 4,21 juta kasus. Sedangkan jumlah kasus meninggal akibat terpapar COVID-19 mencapai 117 kasus sehingga totalnya mencapai 141.826 kasus.Sementara itu, jumlah kasus sembuh bertambah sebanyak 3.077 kasus sehingga total pasien sembuh mencapai 4,03 juta kasus. Dengan demikian, total kasus aktif COVID-19 mencapai 37.412 kasus.
Untuk vaksinasi, jumlah masyarakat yang sudah disuntik vaksin dosis pertama mencapai 89,82 juta orang dan vaksin dosis kedua 50,41 juta orang dari target 208 juta orang yang divaksin.
Ariston mengatakan rupiah hari ini berpotensi melemah ke kisaran Rp 14.320 per dolar AS dengan potensi penguatan di kisaran Rp 14.280 per dolar AS.Pada Rabu (29/9) lalu, rupiah ditutup melemah 20 poin atau 0,14 persen ke posisi Rp 14.293 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp 14.273 per dolar AS.