REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, Indonesia berpotensi besar dalam upaya peningkatan nilai tambah komoditas rumput laut melalui hilirisasi industri. Sebab, rumput laut merupakan salah satu komoditas unggulan yang berpeluang dikembangkan di dalam negeri karena ketersediaannya masih cukup besar dan mampu menggerakkan sektor ekonomi di wilayah pesisir.
Maka, Kemenperin terus mendorong peningkatan produktivitas dan daya saing industri pengolahan rumput laut di Tanah Air. “Selain dibutuhkan berbagai kebijakan strategis juga perlu koordinasi yang kuat dengan kementerian dan lembaga terkait untuk mencapai sasaran tersebut,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Senin (30/8).
Dalam upaya pengembangan industri pengolahan rumput laut, kata dia, kementerian telah menginisiasi sektor ini masuk dalam daftar prioritas investasi. “Nantinya investasi baru harus memiliki kemitraan dengan pembudidaya rumput laut sehingga dapat meningkatkan jaminan suplai bahan baku bagi industrinya,” tutur dia.
Kemenperin, lanjutnya, terus mendorong pengoptimalan penggunaan produk olahan rumput laut dalam negeri bagi industri penggunanya. Hal ini demi mengurangi ketergantungan terhadap produk impor.
“Selanjutnya, meningkatkan hilirisasi komoditas rumput laut melalui diversifikasi produk olahan rumput laut. Sekaligus mendorong kerja sama riset dan pengembangan produk olahan rumput laut dengan lembaga riset dalam dan luar negeri,” tutur dia.
Menperin optimistis, kebijakan hilirisasi industri rumput laut akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir terutama bagi nelayan budidaya dan petani rumput laut. “Bahkan industri berbasis agro ini dapat memberikan kontribusi signfikan bagi perekonomian nasional, seperti dari hasil capaian ekspornya,” ujar Agus.
Plt Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika mengemukakan, ekspor produk olahan rumput laut berupa karagenan dan agar-agar mencapai 14 ribu ton atau senilai 96,1 juta dolar AS pada 2020. “Pangsa pasar olahan rumput laut yang cukup besar merupakan peluang bagi Indonesia untuk memacu ekspor, terutama apabila dapat meningkatkan volume produksi dan daya saing produk,” jelasnya.
Indonesia merupakan negara eksportir karagenan keenam di dunia, juga negara eksportir agar ketujuh di kancah global. Negara tujuan ekspor produk olahan rumput dari Indonesia, di ke China, Amerika Serikat, dan Korea Selatan.
Kekuatan pengembangan produk olahan rumput laut di Tanah Air, di antaranya didukung dari produksi rumput laut kering yang mencapai 364 ribu ton per tahun. Kemudian ditopang sekitar 40 industri pengolahan rumput laut yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia dengan total kapasitas sebesar 64,9 ribu ton per tahun.
“Kita sudah memiliki roadmap Industri Rumput Laut Nasional, kemudian Indonesia sebagai salah satu produsen rumput laut terbesar di dunia, dan penambahan lahan budidaya rumput laut masih terbuka. Hal tersebut merupakan potensi yang harus dioptimalkan,” jelas Putu.
Lalu guna mendongkrak daya saing, Kemenperin mendorong industri memanfaatkan teknologi terkini, melakukan hilirisasi produk, membangun kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) industrinya, dan menumbuhkan wirausaha baru atau industri kecil dan menengah (IKM) berbasis rumput laut. Salah satu industri pengolahan rumput laut yang potensial di tanah air, yakni PT Kappa Carragenan Nusantara yang berlokasi di Pasuruan, Jawa Timur. Perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 54 orang ini memiliki total kapasitas produksi sebesar 200 ton per tahun dan utilisasinya mencapai 90 persen.
“Alhamdullilah, selama pandemi Covid-19, kami tidak mengalami dampak yang negatif terhadap kinerja perusahaan. Artinya, produktivitas kami masih berjalan baik, sesuai pesanan yang sudah ada. Jadi, kami mampu memenuhi pasokan kepada para industri pengguna. Bahkan, produksi kami ada kenaikan sekitar 5 persen,” ujar Direktur PT Kappa Carragenan Nusantara, Hamzah Moch Baabud.
Bahan baku rumput laut yang digunakan PT Kappa Carragenan Nusantara yakni euchema cottonii dan gracillaria. Produk turunan yang dihasilkannya berupa tepung karagenan dan agar. Merujuk catatan Kemenperin, dari harga gracillaria sekitar Rp 6.000 sampai 9.000 per kg, nilai tambahnya akan jadi meningkat hingga Rp190 ribu sampai 200 ribu per kg apabila sudah menjadi produk agar.
Produk olahan rumput laut umumnya digunakan oleh industri pangan dan non-pangan. Dalam industri pangan, produk formulasi rumput laut digunakan sebagai bahan tambahan pangan pada roti, bakso, naget, sirup, es krim, yogurt, jus, jeli dan lainnya. Pada industri non-pangan, rumput laut dapat digunakan untuk produksi cat, tekstil, pasta gigi, kosmetik seperti lotion, masker, krim wajah, lulur, sabun, dan sampo.
Sedangkan dalam industri farmasi, saat ini olahan rumput laut digunakan untuk pembuatan cangkang kapsul. Bahkan, limbah dari hasil pengolahan rumput laut dalam bentuk padatan dan cairan dapat pula dimanfaatkan lebih lanjut untuk bahan pupuk, media tanaman serta bata ringan.