Kamis 20 May 2021 21:59 WIB

OJK Ingatkan Masyarakat Bijak Ajukan Pinjol

Hal yang paling penting dalam mengajukan pinjaman kemampuan membayar dan kebutuhan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Kepala Kantor OJK Malang, Sugiarto Kasmuri, Rabu (19/5), telah melakukan pertemuan dengan Susmiati, Guru TK di Malang yang terjerat pinjaman dari fintech lending atau pinjaman online (pinjol).
Foto: OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Kepala Kantor OJK Malang, Sugiarto Kasmuri, Rabu (19/5), telah melakukan pertemuan dengan Susmiati, Guru TK di Malang yang terjerat pinjaman dari fintech lending atau pinjaman online (pinjol).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Malang mengingatkan kepada masyarakat agar bijak sebelum mengajukan pinjaman uang berbasis online atau pinjol. Agar masyarakat tidak terjerat dalam utang dengan bunga tinggi dengan proses tidak transparan.

Kepala OJK Malang Sugiarto Kasmuri mengatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh masyarakat pada saat akan melakukan pinjaman berbasis online, seperti memeriksa legalitas penyedia jasa, dan harus terdaftar di OJK. "Pastikan dahulu, apakah penyedia itu terdata, dan berizin di OJK," kata Sugiarto, di Kota Malang, Jawa Timur, Kamis (20/5).

Baca Juga

Sugiarto menjelaskan, salah satu hal yang paling penting sebelum masyarakat mengajukan pinjaman berbasis online tersebut adalah, terkait dengan kemampuan membayar, dan jumlah kebutuhan pinjaman tersebut. Menurut Sugiarto, kemampuan dan kebutuhan pinjaman tersebut harus sesuai, yang artinya, seseorang mampu membayar cicilan yang telah ditetapkan setiap bulannya. Jika kemampuan dan kebutuhan tersebut tidak sesuai, maka akan menjadi permasalahan dan mengakibatkan jeratan utang.

"Jika antara kemampuan, dan kebutuhan tidak sesuai, yang terjadi adalah jeratan hutang. Harus bijak ketika akan mengajukan pinjaman," kata Sugiarto.

Menurut Sugiarto, hal lain yang harus diperhatikan masyarakat adalah menghindari pinjaman online ilegal, atau yang tidak terdaftar, dan memiliki izin dari OJK. Penawaran pinjaman, juga harus logis, dan terbuka atau transparan terkait biaya-biaya, serta bunga yang harus ditanggung peminjam.

"Penawaran yang diberikan itu harus logis. Dari sisi biaya, dan bunga," kata Sugiarto.

Menurut Sugiarto, sejak 2018, OJK telah melakukan pemblokiran terhadap lebih dari 3.000 aplikasi pinjaman online ilegal. Namun, pemblokiran tersebut tidak serta merta menghentikan adanya aplikasi pinjaman online ilegal.

Hal tersebut dikarenakan, masih ada demand atau permintaan masyarakat terhadap pinjaman berbasis online tersebut, meskipun ilegal. Menurut Sugiarto, sisi permintaan dari masyarakat yang membutuhkan pinjaman harus mengedepankan pertimbangan yang matang.

"Orang itu terkadang sadar, ada risikonya, bahwa itu ilegal. Namun, akibat kebutuhan yang mendesak itu, membuat mereka berpikir pendek karena yang ditawarkan kemudahan," kata Sugiarto.

Padahal, lanjut Sugiarto, pada praktiknya, pinjaman online ilegal tersebut banyak hal yang tidak transparan yang pada akhirnya akan memberatkan. Seperti besaran bunga, dan biaya administrasi yang harus ditanggung oleh para peminjam.

"Di sana tidak transparan, bunga mencekik leher. Jika boleh dibahasakan sederhana, seperti rentenir gaya baru," kata Sugiarto.

Sementara untuk pinjaman online yang legal, dan terdaftar di OJK, memiliki sejumlah persyaratan ketat sebelum akhirnya dana tersebut disalurkan ke nasabah. Saat ini, baru ada sebanyak 138 aplikasi pinjaman online yang terdaftar, dan memiliki izin dari OJK.

Dalam upaya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terkait pinjaman berbasis online tersebut, OJK telah melakukan sosialisasi secara terus-menerus. Selain itu, OJK juga melakukan tindakan pencegahan dengan melakukan pemblokiran aplikasi pinjaman online ilegal.

"Tapi kembali lagi, jika masyarakat sudah tahu, namun kebutuhan mendesak, akhirnya lupa dengan risikonya. Kemampuan berapa, kebutuhannya berapa, jadi tidak match," kata Sugiarto.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement