REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi PDIP Perjuangan Sudin meminta PT Perikanan Nusantara (Persero) atau Perinus untuk fokus pada satu model bisnis yakni sebagai kapal angkut atau penampung ikan. Sudin menilai Perinus tak perlu lagi mengurus sektor penangkapan ikan maupun pengolahan ikan yang selama ini tidak memberikan keuntungan bagi perusahaan.
"Perinus dipusatkan saja untuk kapal angkut atau penampung ikan, yang lain serahkan ke Pelindo dan lain-lain. Percuma kamu urus ini itu, sedikit-sedikit, tidak akan untung," ujar Sudin saat rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (19/5).
Sudin mendorong Perinus mengajukan permohonan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk dapat menjadi perusahaan yang berfokus pada pengangkutan dan penampungan ikan.
"Bicara dengan Menteri KKP, saya mau kapal angkut 1.500 ton, berangkat bawa logistik, pulangnya bawa hasil ikan, itu sudah pasti untung," ucap Sudin.
Dirut Perikanan Nusantara (Persero) Perinus Sigit Muhartono mengatakan perusahaan memang sedang menuju ke arah tersebut. Namun, kata Sigit, Perinus tengah menanti realisasi merger dengan Perum Perindo. Sigit menilai merger ini akan mendorong fokus perusahaan tak lagi berpaku pada model bisnis yang begitu beragam dengan skala kecil.
"Nanti bersamaan merger dengan Perindo, kami akan benahi semuanya, fokus pada bidang yang kita akan menjadi juara di sana," ujar Sigit.
Sigit berharap merger ini juga akan membawa angin segar bagi perusahaan dalam meningkatkan kinerja. Saat ini, Perinus mengalami keterbatasan dalam melakukan aksi korporasi lantaran hambatan keuangan yang tidak dalam posisi baik.
"Dari 18 kapal yang kita punya, hanya 8 kapal yang beroperasi, itu pun kembang kempis karena kondisi kapal memang perlu perbaikan," ungkap Sigit.
Pada kinerja 2020, ucap Sigit, produksi ikan tangkapan Perinus hanya sebanyak 101 ton atau jauh lebih rendah ketimbang tangkapan nelayan dan ship owner yang mencapai 6.700 ton.
Sigit menyampaikan Perinus hanya mampu melakukan 2.670 ton produksi pengolahan ikan. Perusahaan, ucap Sigit, tak mampu melakukan pencadangan ketersediaan ikan pada kuartal III dan kuartal IV yang mana stok berlimpah ruah dan harga mengalami penurunan. Padahal, lanjut Sigit, perusahaan bisa meraup keuntungan apabila mampu mencadangkan ketersediaan ikan dan kembali dijual pada kuartal I dan II berikutnya.
"Karena keterbatsan keuangan kami, tidak bisa lakukan pencadangan. Dari sini sudah kelihatan kita memang bukan juara di penangkapan dan pengolahan," sambung Sigit.
Alasan keuangan lagi-lagi menjadi hambatan bagi Perinus untuk merambah pasar luar negeri. Sigit menyebut penjualan ikan Perinus hampir seluruhnya berasal dari pasar domestik. Sigit mengatakan kondisi keuangan dan beban usaha yang cukup tinggi menjadi kendala bagi perusahaan saat ini.
"Nanti kami akan melakukan restrukturisasi, kami akan berusaha keras mengelola beban utang, saat ini outstanding utang Rp 301 miliar di empat sampai lima kreditur," ucap Sigit.
Sigit berharap merger dengan Perindo menjadi jalan terbaik bagi perusahaan untuk dapat bertahan dan berkontribusi dalam membangun industri perikanan yang lebih baik.
"InsyaAllah tahun ini juga kita akan merger, pada saat yang sama kita punya babak baru di industri perikanan. Setelah merger kita fokus model bisnis yang berbeda dan kita fokus pada bidang yang kita menjadi juaranya," kata Sigit menambahkan.