Senin 03 May 2021 13:09 WIB

Setelah Mahal Berbulan-Bulan, Cabai Rawit Mulai Deflasi

Cabai rawit menyumbang deflasi sebesar 0,05 persen.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Pedagang melayani pembeli cabai rawit di Pasar Terong Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (8/4). BPS mencatat cabai rawit menyumbang deflasi sebesar 0,05 persen.
Foto: ARNAS PADDA/ANTARA
Pedagang melayani pembeli cabai rawit di Pasar Terong Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (8/4). BPS mencatat cabai rawit menyumbang deflasi sebesar 0,05 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah harga cabai rawit mengalami kenaikan signifikan dalam beberapa bulan terakhir, pergerakan harga secara perlahan terus mengalami penurunan. Meskipun tengah memasuki bulan Ramadhan di mana terjadi kenaikan permintaan bahan pangan, komoditas ini mulai memberikan andil deflasi mulai April 2021.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa, Badan Pusat Statistik (BPS), Setianto, mengatakan, angka inflasi pada April 2021 sebesar 0,13 persen (month to month/mtm) atau naik dari bulan sebelumnya yang hanya 0,08 persen. Meski inflasi mengalami kenaikan, terdapat komoditas pangan yang justru mengalami penurunan harga sehingga memicu deflasi.

Baca Juga

"Ada komoditas yang memberikan andil deflasi yakni cabai rawit 0,05 persen. Ada pula cabai merah besar dan bawang merah yang andil masing-masing 0,02 persen," kata Setianto dalam konferensi pers virtual, Senin (3/5).

Pada bulan Maret lalu, komoditas cabai rawit masih menyumbang inflasi. BPS mencatat, cabai rawit menyumbang inflasi sebesar 0,04 komoditas bawang merah juga tercatat punya andil inflasi hingga 0,02 persen. Dengan kata lain, terjadinya deflasi mulai menunjukkan adanya penurunan harga yang diterima oleh konsumen.

Setianto melanjutkan, selain cabai rawit yang mulai menyumbang deflasi, komoditas beras yang menjadi makanan pokok masyarakat juga menyumbang deflasi sebesar 0,01 persen. Selain itu, komoditas sayuran seperti bayam dan kangkung juga memberi andil deflasi yang sama.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi menyatakan, stok bahan pangan strategis dipastikan aman serta dengan harga yang terjangkau. Ia memastikan, Ramadhan tahun ini akan dilalui tanpa gejolak ketersediaan dan harga pangan.

Lutfi mengatakan, pihaknya telah melakukan pengecekan di Pasar Induk Kramat Jati karena menjadi barometer pergerakan harga pangan secara nasional. Menurut dia, jika stabilitas harga di Pasar Induk Kramat Jati bisa dijaga, dipastikan harga di tingkat pasar eceran ikut stabil.

Lebih lanjut, Lutfi menjelaskan, harga bawang merah stabil pada level Rp 18 ribu-Rp 21 ribu per kg. Begitu pula dengan harga bawang putih yang turut stabil.

Sementara itu, cabai rawit yang sebelumnya mencapai di atas Rp 100 ribu per kg kini mulai turun mendekati Rp 70 ribu per kg. "Cabai merah besar dan merah keriting juga stabil. Jadi puasa Ramadhan harga-harga stabil terjangkau bahkan dengan adanya panen kemungkinan besar menurun," kata Lutfi.

Sementara itu, Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) menyatakan, tren harga cabai rawit yang menjadi konsumsi utama masyarakat diprediksi akan terus menurun. Hal itu sejalan dengan masuknya masa panen pada bulan Ramadhan.

"Cabai rawit akan turun karena ini mulai panen, cabai merah keriting normal, cabai merah besar mungkin naik," kata Ketua AACI, Abdul Hamid, kepada Republika.co.id, bulan lalu.

Menurutnya, kenaikan cabai merah besar merupakan dampak hasil panen yang kurang baik. Namun, cabai merah besar bukan merupakan konsumsi utama masyarakat karena mayoritas merupakan konsumsi industri hotel dan restoran.

Ia mengatakan, cabai yang masuk masa panen saat ini merupakan hasil dari penanaman lima bulan yang lalu. Mayoritas panen kali ini merupakan hasil dari wilayah sentra di dataran tinggi sehingga tidak mengalami gangguan dampak banjir yang sempat terjadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement