REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memacu kinerja industri logam agar bisa memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Apalagi, kebutuhan baja dinilai semakin meningkat, baik di pasar domestik maupun ekspor.
“Tercatat industri logam dasar tumbuh 11,46 persen dengan meningkatnya permintaan luar negeri. Oleh karenanya, pemerintah bertekad terus melindungi industri dalam negeri dari serbuan produk impor,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Selasa (20/4).
Ia menyatakan, diperlukan instrumen yang mampu memacu daya saing produk nasional sekaligus menjaga kesehatan serta keselamatan konsumen dan lingkungan, termasuk di sektor industri logam. “Dengan tetap mengedepankan azas fairness dalam perdagangan internasional, implementasi SNI wajib dapat bertujuan untuk meningkatkan akses pasar luar negeri dan menekan laju impor,” ujar Agus.
Dia melanjutkan, penerapan instrumen berupa pemberlakuan SNI secara wajib, fokus utamanya yakni bagi beberapa produk yang berkaitan dengan Keamanan, Kesehatan, Keselamatan, dan Lingkungan (K3L). “Dalam rangka mendorong industri logam nasional yang berdaya saing tinggi, perlu diciptakan iklim usaha yang kondusif dan kompetitif guna mendongkrak utilisasi serta kemampuan inovatif pada sektor tersebut,” tutur dia.
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Doddy Rahadi menyampaikan, nilai impor untuk HS produk SNI wajib tahun 2020 sebesar Rp 102 triliun. Angka itu menurun dibandingkan 2019 yang sebesar Rp 133 triliun.
“Meskipun nilai impornya menurun, saat ini terdapat 147 kode HS yang tersebar pada 28 SNI wajib sektor logam,” katanya. Maka diperlukan perhatian serius dari seluruh pemangku kepentingan terkait dalam mendukung pertumbuhan industri baja nasional.
“Sehingga tidak ada celah lagi membanjirnya produk-produk impor yang tidak berkualitas ke pasar dalam negeri,” ujar Doddy. Lebih lanjut, penerapan SNI wajib pada produk logam juga bertujuan merealisasikan target substitusi impor sebesar 35 persen pada 2022.
“Pembatasan impor terutama bagi produk yang sudah dapat diproduksi oleh industri dalam negeri perlu diperkuat,” tuturnya. Kemenperin menargetkan sektor industri logam dasar dapat tumbuh sebesar 3,54 persen pada 2021.
Hal ini menunjukkan industri baja merupakan sektor high resilience yang mampu bertahan di tengah pandemi Covid-19. Sekaligus siap kembali meningkatkan kemampuan dan performanya pada 2021.
Kepala Balai Riset dan Standardisasi (Baristand) Industri Surabaya Aan Eddy Antana dalam sela kunjungan ke PT Sunrise Steel beberapa waktu lalu mengemukakan, ketersediaan infrastruktur dan SDM di Baristand Industri Surabaya akan mampu mendukung pemerintah dalam mewujudkan target substitusi impor. Sekaligus meningkatkan daya saing industri logam dalam negeri.
Hingga saat ini, Baristand Industri Surabaya terus berupaya terus menambah ruang lingkup pengujian produk logam dan sertifikasi produk logam yang sudah ada untuk mendukung substitusi produk impor. “LSPro kami telah mampu mensertifikasi 33 jenis SNI produk logam dan 17 produk logam dasar dan produk logam fabrikasi untuk Lembaga Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu (LSSM),” ungkapnya.
Sedangkan laboratorium pengujian Baristand Industri Surabaya mampu menguji 50 produk logam baik pengujian sesuai dengan SNI maupun permintaan pelanggan. “Rencananya, dalam waktu dekat, kami akan menambah ruang lingkup sertifikasi dan pengujian produk logam agar memudahkan industri dalam negeri untuk mensertifikasi produknya mengingat permintaannya semakin meningkat dari tahun ke tahun,” tutur Aan.