Senin 29 Mar 2021 07:34 WIB

Teknologi Balitbangtan Ubah Kebiasaan Petani

Teknologi Balitbangtan memberi dampak pada prilaku petani dalam mengolah tanaman padi

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Gita Amanda
Petani, (ilustrasi).  Hadirnya teknologi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) di Kalimantan Tengah (Kalteng) memberi dampak signifikan terhadap petani
Foto: dokpri
Petani, (ilustrasi). Hadirnya teknologi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) di Kalimantan Tengah (Kalteng) memberi dampak signifikan terhadap petani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hadirnya teknologi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) di Kalimantan Tengah (Kalteng) memberi dampak signifikan terhadap petani, terutama pada prilaku dalam mengolah tanaman padi.

Hal tersebut diakui Nor Dahniar, petugas penyuluh pertanian dari Desa Petak Batuah, Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas.

Baca Juga

Menurutnya, hadirnya paket teknologi Balitbangtan berhasil menggerakkan petani dari kebiasaan lama, khususnya dalam penggunaan varietas dan pengolahan lahan.

“Tadinya petani di sini menanam padi lokal yang panennya setahun sekali, tapi sekarang mereka sudah mulai berubah menjadi setahun dua kali karena yang ditanam adalah varietas unggul yang umurnya lebih pendek,” ujar Nor dalam siaran pers Kementan, diterima Republika, Senin (29/3).

Menurut Nor, sejak dikenalkan dengan mekanisasi pertanian, ditambah dengan adanya bantuan dari Kementerian Pertanian, para petani di wilayahnya pun menjadi sangat terbantu. “Dalam mengolah lahan pun petani merasa terbantu karena adanya sarana produksinya dan alsintan termasuk mesin perontok yang disediakan oleh pemerintah,” tambahnya.

Nor mencontohkan, di desanya terdapat satu kelompok tani tidak pernah menanam padi unggul, namun kini mereka mulai menanam varietas unggul baru (VUB) padi Inpari 42 di lahan seluas 20 hektare.

Saat memasuki masa panen, produktivitas yang dihasilkan mencapai 5 ton per hektare berdasarkan ubinan. Jumlah tersebut sangat meningkat dibanding hasil sebelumnya sekitar 1,5 ton per hektare dan dipanen hanya sekali dalam setahun.

Masih menurut Nor, tidak mudah mengubah kebiasaan petani yang telah diterapkan selama puluhan tahun. Untuk itu perlu pendampingan secara terus menerus agar petani bisa menerima teknologi yang bisa berdampak pada penghasilan mereka.

Dalam mengenalkan varietas baru, para penyuluh bersama Balitbangtan harus membuat demplot. Dari demplot tersebut petani dapat melihat padi unggul yang memiliki umur pendek dan nilai ekonomis tinggi.

“Dari demplot itulah mereka percaya. Kalau kita hanya mengajak yuk tanam varietas unggul, mereka tidak akan percaya. Mereka akan berpikiran bahwa padi unggul itu menjualnya susah, harganya rendah dan rasanya kurang sesuai,” jelas Nor.

“Jika masih ada yang tetap ingin menanam varietas lokal, kita persilakan untuk konsumsi sendiri, namun varietas unggul patut dicoba dan hasilnya dijual, karena harga di pasaran juga cukup bersaing,” katanya menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement