Jumat 19 Mar 2021 10:35 WIB

Harga Daging Babi Tinggi di 3 Daerah Akibat Wabah ASF

Ditjen PKH Kementan menyebut masih banyak provinsi sentra babi yang bebas ASF

Sentra peternakan babi. Ditjen PKH Kementan menyebut masih banyak provinsi sentra babi yang bebas ASF
Foto: Kementan
Sentra peternakan babi. Ditjen PKH Kementan menyebut masih banyak provinsi sentra babi yang bebas ASF

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) menjelaskan harga babi yang tinggi sejatinya tidak merata di seluruh wilayah Tanah Air. Kenaikan harga yang signifikan secara umum hanya terjadi di beberapa Provinsi di wilayah Sumatra.

Berdasarkan sumber data Simponi Ternak PIP Ditjen PKH Kementan Perkembangan harga rata-rata nasional daging babi sejak Januari sampai minggu kedua Maret 2021, ada di angka Rp 91.925 per kg. Untuk wilayah Sumatera harga rata-rata daging babi di Provinsi Bangka Belitung (Babel) mencapai Rp 125.834 per kg, diikuti Provinsi Sumatera Utara (Sumut) yang mencapai Rp 125.282 per kg serta Provinsi Lampung berkisar Rp 111.429 per kg.

Sedangkan untuk harga babi hidup di tingkat produsen dari bulan Januari sampai minggu kedua Maret 2021, rata-rata di Provinsi sentra berkisar Rp 44.755 per kg BH, dengan harga tertinggi terdapat di Provinsi Sumatera Utara Rp 65.573 per kg BH. 

"Tapi jika dibandingkan dengan pekan pertama Maret, harga di Minggu kedua Maret 2021 ini sebenarnya sudah mengalami penurunan 0,9 persen, ujar Direktur Jenderal PKH, Nasrullah.

Tingginya harga babi di tiga wilayah itu diduga terjadi karena kelangkaan daging babi imbas mewabahnya African Swine Fever (ASF). Akibatnya, populasi ternak babi di daerah-daerah sentra Sumatera menurun dan berpengaruh pada penyediaan daging babi di Sumatra.

ASF merupakan penyakit pada babi yang sangat menular dan dapat menyebabkan kematian pada babi hingga 100 persen. Maka, saat ini belum ada obat maupun vaksin untuk mencegah penyakit ASF, hanya penerapan biosecurity yang mampu mencegah penyakit ini.

Karena, vaksin dan obat ASF belum ditemukan, maka penerapan biosecurity dan pengawasan lalu lintas babi dan produknya merupakan hal yang vital. Khusus untuk biosecurity, Ditjen PKH telah menerbitkan pedoman dan melaksanaman bimbingan teknis, baik kepada petugas dinas maupun kepada peternak melalui asosiasi.

"Untuk pengawasan lalu lintas hewan dan produknya dilaksanakan oleh Pemda melalui Dinas dan Petugas Karantina Pertanian di pintu-pintu pemasukan nasional dan antar daerah," imbuh Nasrullah.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement