REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, menceritakan awal mula munculnya desa di Tuban, Jawa Timur, yang menjadi viral karena para petani setempat mendadak kaya dan memborong mobil. Bahlil bercerita, penduduk setempat mendapatkan biaya penggantian tanah dari proyek kilang minyak yang telah mangkrak empat tahun.
Pembangunan kilang minyak yang mangkrak itu merupakan proyek New Grass Root Refinery (NGRR) kerja sama antara Pertamina dan perusahaah migas asal Rusia, Rosneft.
Bahlil mengatakan, nilai investasi proyek itu mencapai Rp 200 triliun lebih. Namun, proyek itu terkendala oleh pembebasan lahan seluas 800 hektare (ha) sehingga BKPM harus turun tangan agar realisasi investasi bisa berjalan.
"Saya tidur dua malam pakai mobil Avanza tanpa protokol (pengawalan), saya datangi Tuban sebab bebaskan tanah 800 ha lebih dan itu banyak sekali masalahnya," kata Bahlil dalam Rapat Kerja Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, Sabtu (6/3).
Bahlil menuturkan, ia juga mengajak ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ultama (PBNU) setempat sebagai bagian dari upaya memperlancar negosiasi hingga mengikuti kegiatan keagamaan masyarakat.
"Jadi, pakai sarung kita wirid juga, kita selesaikan ini," katanya. Menurutnya, dalam hal negosiasi investasi di lapangan tidak cukup hanya dengan regulasi, tapi harus dengan cara-cara komunikasi yang lebih tepat dan langsung dengan masyarakat.
Setelah dia turun tangan, proses negosiasi proyek tersebut berjalan lancar dan penggantian tanah masyarakat mulai direalisasikan. Biaya penggantian tanah masyarakat, sebut Bahlil, berkisar antara Rp 600 ribu per meter hingga Rp 700 ribu per meter. Seluruh proses penggantian tanah juga dilakukan secara terbuka.
"Makanya keluar itu desa miliarder, yang tanah ganti untung itu urusan Rosneft. Itu habis ratusan miliar, jadi satu desa itu kaya semua," kata Bahlil.