REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pemerintah menyebut kondisi ekonomi Indonesia masih lebih baik dibandingkan negara ASEAN dan G20 lainnya. Indonesia mengalami kontraksi ekonomi sebesar 2,1 persen pada tahun lalu, pertama kali sejak krisis 1998.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi relatif lebih rendah dibanding kondisi ekonomi di negara-negara lain, contohnya seperti negara anggota G20.
“Pandemi Covid-19 memberikan tekanan ekonomi yang luar biasa di seluruh dunia. Indonesia menempatkan dirinya di negara ASEAN karena kita berada di Asia Tenggara terutama ASEAN 6 dan dengan negara G20," ujarnya saat konferensi pers virtual APBN KiTa, Selasa (23/2).
Sri Mulyani membandingkan beberapa negara maju dan ASEAN dalam melakukan countercyclical yang berdampak pada besarnya kenaikan utang publiknya. Tercatat ekonomi Vietnam tumbuh 2,9 persen dan defisit APBN empat persen, public debt naik 3,3 persen (rasio utang 2020 dari 43,4 persen ke 46,6 persen).
Kemudian ekonomi China tumbuh 2,3 persen dan defisit 11,9 persen, utang publik naik 9,1 persen (rasio utang 2020 dari 52,6 persen ke 61,7 persen). “Negara ASEAN maupun G20 lain kontraksi ekonominya pada 2020 memang lebih dalam dari Indonesia,” ucapnya.
Kemudian anggota ASEAN seperti Singapura yang ekonomi minus 5,8 persen dan defisit 10,8 persen, public debt 1,2 persen (rasio utang 2020 dari 130 persen ke 131,2 persen). Lalu ekonomi Malaysia minus 5,6 persen dan defisit enam persen persen, utang publik naik 10,3 persen (rasio utang 2020 dari 57,2 persen ke 67,6 persen).
Sedangkan negara maju seperti Amerika Serikat, ekonomi minus 3,5 persen dan defisit 15,6 persen, utang publik naik 22,5 persen (rasio utang 2020 dari 108,7 persen ke 131,2 persen). Lalu, ekonomi Jepang minus 4,7 persen dan defisit 14,2 persen, utang publik tumbuh 28,2 persen (rasio utang 2020 dari 238 persen ke 266,2 persen).
“Arab Saudi minus 4,1 persen, Jerman kontraksi lima persen, Prancis, Italia, Filipina semua alami kontraksi di atas delapan persen dan di atas sembilan persen untuk Filipina dan Inggris,” ucapnya.
Sri Mulyani menyebut Indonesia mengalami kenaikan utang publik melonjak hanya dalam setahun. Tercatat ekonomi minus 2,1 persen dengan defisit 6,1 persen, utang publiknya delapan persen dan rasio utang tahun lalu naik dari 30,5 persen menjadi 38,5 persen.
“Tentu kita berbeda karena negara emerging dengan sektor keuangan dan pasar utang belum sedalam negara maju. Namun tidak berarti kita tidak bisa menjaga agar policy fiskal kita seefektif dan seefisien. Tidak diumbar, namun kita lihat secara teliti yang berdampak positif,” jelasnya.
Maka itu Sri Mulyani menyebut angka-angka tersebut menggambarkan dampak Covid-19 tidak main-main. Bahkan ekonomi semua negara terdampak akibat sebaran virus Corona.
"Ini gambarkan pandemi tidak pandang bulu, semua negara terhantam signifikan, ada yang survive bisa tumbuh tapi kecil atau bahkan kontraksi dan kontraksinya beda beda masing negara Indonesia,” ucapnya.