Kamis 18 Feb 2021 16:06 WIB

BI Longgarkan Lagi Uang Muka Kredit Properti dan Kendaraan

Pelonggaran dilakukan untuk mendorong pertumbuhan kredit otomotif dan properti.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Suasana sebuah komplek perumahan di Kelurahan Rangkasbitung Timur, Lebak,  Banten, Sabtu (16/5). Bank Indonesia (BI) kembali meluncurkan kebijakan pelonggaran uang muka kredit properti dan kendaraan yang masuk dalam paket kebijakan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Foto: Antara/Muhammad Bagus Khoirunas
Suasana sebuah komplek perumahan di Kelurahan Rangkasbitung Timur, Lebak, Banten, Sabtu (16/5). Bank Indonesia (BI) kembali meluncurkan kebijakan pelonggaran uang muka kredit properti dan kendaraan yang masuk dalam paket kebijakan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) kembali meluncurkan kebijakan pelonggaran uang muka kredit properti dan kendaraan yang masuk dalam paket kebijakan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Gubernur BI, Perry Warjiyo menyampaikan pelonggaran ketentuan Uang Muka Kredit/Pembiayaan Kendaraan Bermotor menjadi paling sedikit nol persen untuk semua jenis kendaraan bermotor baru.

"Pelonggaran tersebut untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor otomotif dan properti dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko," katanya dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur Februari 2021, Kamis (18/2).

Baca Juga

Sementara pelonggaran untuk properti dalam rasio Loan to Value (LTV) untuk bank konvensional atau Financing to Value (FTV) untuk bank syariah menjadi paling tinggi 100 persen. Berlaku untuk semua jenis properti mulai dari rumah tapak, rumah susun, serta ruko/rukan.

Kebijakan dapat diadopsi bank yang memenuhi kriteria rasio kredit bermasalah tertentu. BI juga menghapus ketentuan pencairan bertahap properti inden demi mendorong pertumbuhan kredit properti. Kelonggaran-kelonggaran tersebut efektif 1 Maret 2021 sampai dengan 31 Desember 2021.

Untuk memenuhi asas kehati-hatian, bank yang dapat melonggarkan uang muka dan LTV/FTV adalah bank dengan rasio kredit bermasalah di bawah lima persen. Sementara bank dengan NPF atau NPL di atas lima persen mendapat kelonggaran namun tidak mencapai maksimal.

"Kecuali untuk nasabah dengan pembelian rumah pertama untuk rumah tapak dan rumah susun itu boleh maksimal," katanya.

Perry berharap kebijakan tersebut bisa meningkatkan tingkat pertumbuhan kredit dan pembiayaan tahun ini. Meski BI merevisi proyeksi pertumbuhan kredit dari 7 persen-9 persen jadi 5 persen-7 persen pada 2021. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement