Rabu 17 Feb 2021 15:43 WIB

FEB UI Proyeksikan Inflasi Tahun Ini Masih Rendah

Inflasi masih berada di bawah kisaran target BI selama delapan bulan berturut-turut.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Pedagang beraktivitas di kiosnya di Pasar Kosambi, Jalan Jendral Ahmad Yani, Kota Bandung, Kamis (4/2). Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) memproyeksikan, angka inflasi sepanjang 2021 tidak akan meningkat tajam dibandingkan tahun lalu.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Pedagang beraktivitas di kiosnya di Pasar Kosambi, Jalan Jendral Ahmad Yani, Kota Bandung, Kamis (4/2). Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) memproyeksikan, angka inflasi sepanjang 2021 tidak akan meningkat tajam dibandingkan tahun lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) memproyeksikan, angka inflasi sepanjang 2021 tidak akan meningkat tajam dibandingkan tahun lalu. Sebab, penyebaran virus corona yang masih tinggi menekan tingkat permintaan masyarakat.

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menjelaskan, memasuki 2021, belum ada tanda-tanda perbaikan inflasi. Laju inflasi tahunan pada Januari tercatat 1,55 persen (year on year/yoy), turun dari 1,68 persen (yoy) pada bulan sebelumnya.

Hal ini dikarenakan permintaan masih rendah akibat pengaruh pandemi Covid-19 yang memporakporandakan perekonomian dan menggerus daya beli masyarakat. Ke depannya, Riefky menuturkan, tren serupa masih akan berlangsung.

"Inflasi masih berada di bawah kisaran target BI selama delapan bulan berturut-turut dan diperkirakan tidak akan meningkat tajam dalam waktu dekat mengingat prospek ekonomi yang menantang," katanya dalam keterangan resmi yang diterima, Rabu (17/2).

Tekanan juga terlihat pada inflasi bulanan. Laju inflasi headline pada bulan Januari tercatat sebesar 0,26 persen (mtm), lebih rendah secara signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar 0,38 persen (mtm).

Riefky mengatakan, ada dua faktor yang menyebabkan laju inflasi masih rendah. “Saat ini dipengaruhi oleh turunnya tekanan inflasi volatile food dan inflasi inti serta deflasi yang terjadi pada kelompok administered prices,” tuturnya.

Sebagai kontributor terbesar inflasi di Indonesia, komponen inflasi volatile food mencatatkan inflasi tahunan sebesar 2,82 persen (yoy), melambat dari 3,62 persen (yoy) pada Desember tahun lalu.

Sementara itu, inflasi bulanannya juga mengalami angka inflasi yang rendah sebesar 1,15 persen (mtm), lebih rendah dari 1,94 persen (mtm) di Januari 2020. Realisasi ini dipengaruhi oleh rendahnya harga telur dan bawang merah.

“Secara keseluruhan, tren inflasi harga pangan telah turun di tengah permintaan agregat yang sangat lemah dan panen yang kuat meskipun rantai pasokan global masih terganggu,” ucap Riefky.

Sementara itu, inflasi bulanan kelompok harga diatur pemerintah tercatat mengalami deflasi sebesar 0,19 persen (mtm), meskipun sedikit lebih baik dari deflasi di Januari tahun lalu sebesar 0,28 persen.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement