Jumat 05 Feb 2021 17:30 WIB

Temui Jokowi, PM Malaysia Kompak Lawan Diskriminasi Sawit

Kampanye anti-sawit tak menggambarkan komitmen UE dan WTO akan perdagangan bebas.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Fuji Pratiwi
Presiden Joko Widodo (kanan) melakukan pertemuan empat mata dengan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin (kiri) di beranda Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (5/2). Presiden Joko Widodo menerima kunjungan kenegaraan perdana dari PM Malaysia Muhyiddin Yassin dan membahas hubungan bilateral seperti WNI di Malaysia, isu sawit, dan sejumlah isu kawasan dan global.
Foto: ANTARA/Setpres/Laily Rachev
Presiden Joko Widodo (kanan) melakukan pertemuan empat mata dengan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin (kiri) di beranda Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (5/2). Presiden Joko Widodo menerima kunjungan kenegaraan perdana dari PM Malaysia Muhyiddin Yassin dan membahas hubungan bilateral seperti WNI di Malaysia, isu sawit, dan sejumlah isu kawasan dan global.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima kunjungan perdana Perdana Menteri (PM) Malaysia Tan Sri Muhyiddin Yassin ke Indonesia, Jumat (5/2). Salah satu isu yang menjadi pokok bahasan kedua pemimpin negara adalah diskriminasi sawit yang digencarkan oleh Uni Eropa, Australia, dan Oseania. 

Jokowi mengatakan, Indonesia akan terus berjuang untuk melawan diskriminasi terhadap sawit. Perjuangan tersebut akan lebih optimal jika dilakukan bersama.

Baca Juga

"Indonesia mengharapkan komitmen yang sama dengan Malaysia mengenai isu sawit ini," ujar Jokowi. 

Senada dengan Jokowi, PM Malaysia Muhyiddin menilai kampanye anti-minyak sawit tidak berdasar. Kampanye yang mengancam keberlangsungan industri sawit di kedua negara ini juga tidak menggambarkan komitmen UE terhadap Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait prinsip perdagangan bebas. 

"Justeru itu, saya telah memaklumkan kepada Bapak Presiden (Jokowi) bahawa Malaysia juga telah memfailkan tindakan undang-undang ke atas EU pada 15 Januari 2021 di Pertubuhan Perdagangan Dunia (WTO), sama seperti yang dilakukan Indonesia pada Disember 2019 lalu," kata Muhyiddin. 

Malaysia memang telah melayangkan gugatan terhadap Uni Eropa kepada WTO terkait kebijakan blok tersebut untuk menyetop impor bahan bakar nabati berbasis minyak sawit secara bertahap. Gugatan ini dilayangkan pada 15 Januari 2021 lalu. 

"Malaysia akan terus bekerja sama dengan Indonesia dalam isu diskriminasi minyak sawit, terutama memperkasakan Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC). Ini bagi memastikan kita dapat melindungi industri sawit," ujar Muhyiddin. 

CPOPC juga diharapkan berperan mengadvokasi jutaan petani sawit yang menggantukan hidupnya kepada industri sawit di Malaysia dan Indonesia.

Sebelumnya, dalam Pertemuan ke-23 Tingkat Menteri ASEAN-EU awal Desember tahun lalu, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi kembali meminta Uni Eropa untuk memperlakukan produk sawit Indonesia dengan adil.

"Indonesia tidak mengorbankan kelestarian lingkungan hanya untuk mengejar pembangunan ekonomi," kata Retno, dikutip dari keterangan pers, Desember 2020.

Indonesia sediri telah menyampaikan gugatan mengenai isu sawit kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 9 Desember 2019 dan prosesnya masih berjalan hingga sekarang. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement