REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) memprediksi terdapat kenaikan harga pangan pokok pada akhir tahun ini sebesar 10-15 persen. Peningkatan permintaan pada perayaan Natal dan Tahun Baru menjadi penyebab utama.
Kepala Badan Ketahanan Pangan, Kementan, Agung Hendriadi, mengatakan, pihaknya telah meminta seluruh jajarannya beserta pemerintah daerah untuk menyiapkan antisipasi.
"Perkiraan kawan-kawan kita untuk bahan pokok di akhir tahun ada peningkatan 10-15 persen. Itu harus diantisipasi," kata Agung dalam Peluncuran Bazar Online dan Market Place Pasar Mitra Tani di Jakarta, Kamis (17/12).
Ia mengatakan, kendati mengalami kenaikan harga, ketersediaan pasokan pangan dari sisi stok dinilai cukup. Secara rinci, Agung menyampaikan pasokan beras hingga akhir tahun ini diproyeksi surplus 6,6 juta ton.
Selanjutnya, jagung surplus 1,5 juta ton, bawang merah surplus 82 ribu ton, serta bawang putih tersisa 180 ribu ton. Komoditas lainnya, yakni cabai merah surplus 3.000 ton, cabai rawit surplus 10 ribu ton, daging sapi/kerbau surplus 32 ribu ton, daging ayam dan telur ayam ras juga masing-masing surplus 276 ribu ton dan 97 ribu ton.
Adapun komoditas gula juga surplus 1,4 juta ton dan minyak goreng surplus 7 juta ton. Meski surplus, Agung mengatakan, kelancaran distribusi pasokan pangan harus dikawal ketat.
"Ini harus diperhatikan sekali, karena kalau surplus tapi tidak terkirim ke masyarakat akan terjadi penurunan harga di produsen. Ini berbahaya. Kenaikan harga di konsumen juga lebih berbahaya," katanya.
Menurutnya, pemerintah harus menjaga tingkat inflasi yang terkendali. Sebab, jika terjadi deflasi juga tidak baik bagi perekonomian karena mencerminkan barang-barang tidak laku terjual. "Inflasi harus ada tapi terkendali, oleh karena itu bahan pangan yang mempengaruhi inflasi harus diperhatikan," katanya.