REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Perusahaan teknologi besar akan dikenakan denda besar di Uni Eropa (UE) dan Inggris apabila mereka memperlakukan saingan mereka secara tidak adil atau gagal melindungi pengguna di platform mereka. Peraturan ini diusulkan oleh pejabat di Brussel dan London pada Selasa (15/12).
UE menguraikan adanya perombakan menyeluruh dari buku aturan digital yang sudah lama ditunggu-tunggu. Sementara itu, pemerintah Inggris merilis rencananya sendiri untuk meningkatkan pengawasan materi berbahaya secara online, yang menandakan fase berikutnya dari regulasi teknologi di Eropa.
Kedua rangkaian proposal tersebut mencakup berbagai langkah khusus yang ditujukan untuk perusahaan teknologi terbesar. UE ingin menetapkan aturan baru kepada ‘penjaga gerbang digital’ untuk mencegah mereka berlaku tidak adil. Ini bertujuan mencegah perilaku buruk dibandingkan harus menghukum tindakan yang sudah terlanjur terjadi.
Salah satu regulasi yang akan diterapkan adalah perusahaan teknologi besar tidak akan diizinkan untuk menghentikan pengguna mencopot pemasangan software atau aplikasi yang pernah terpasang sebelumnya. Mereka juga tidak dapat menggunakan data dari pengguna bisnis untuk bersaing melawan mereka.
Aturan yang dikenal sebagai Digital Market Acts tersebut mengizinkan denda hingga 10 persen dari pendapatan global tahunan. Secara kontroversial, regulasi menetapkan tiga kriteria untuk menentukan gatekeeper.
Pertama, perusahaan memiliki omset tahunan di Eropa minimal 6,5 miliar euro selama tiga tahun terakhir. Atau, kriteria kedua, nilai pasar 65 miliar euro dan memiliki setidaknya 45 juta pengguna. Kriteria berikutnya, mempunyai 100 ribu pengguna tahunan.
Bagian lain dari rencana UE, memperbarui aturan yang sudah berusia 20 tahun, terutama untuk e-commerce agar mereka mengambil lebih banyak tanggung jawab terhadap barang dan layanan mereka. Aturan baru akan melibatkan penjual yang sudah teridentifikasi, sehingga mampu melacak pedagang ‘nakal’. Pelanggaran aturan berisiko denda hingga enam persen dari omset tahunan.
Wakil Direktur Eksekutif UE Margrethe Vestager menjelaskan, proposal ini bertujuan untuk memastikan, pengguna memiliki akses ke berbagai pilihan produk dan layanan yang aman secara online. "Dan, bisnis Eropa dapat bersaing dengan bebas serta adil secara online," ujarnya dalam konferensi pers di Brussels, seperti dilansir di AP News, Selasa.
Di Inggris, media sosial dan perusahaan internet lainnya menghadapi denda besar jika mereka tidak menghapus dan membatasi penyebaran materi berbahaya. Di antaranya, pelecehan seksual terhadap anak-anak atau konten teroris dan melindungi pengguna di platform mereka.
Proposal yang dimuat dalam RUU Keamanan Digital pemerintah Inggris akan memiliki ketentuan tambahan untuk perusahaan media sosial terbesar dengan fitur risiko tinggi. Misalnya, Facebook, Instagram dan Twitter.
Perusahaan-perusahaan ini akan menghadapi persyaratan khusus untuk menilai, apakah terdapat risiko konten atau aktivitas di dalam platform mereka dapat berdampak negatif terhadap psikologis orang dewasa. Sebut saja, informasi palsu tentang vaksin virus corona.
Pemerintah Inggris bahkan berhak menjatuhkan sanksi pidana pada eksekutif senior jika perusahaan tidak menanggapi aturan baru dengan serius. Misalnya, tidak menanggapi permintaan informasi dari regulator dengan cepat.