REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menanggapi maraknya kasus gagal bayar lembaga keuangan. Hal ini dikarenakan sejumlah regulasi sektor jasa keuangan tak seketat perbankan, sehingga muncul kasus gagal akibat produk yang dikeluarkan perusahaan.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan masyarakat juga cenderung tergiur dengan produk yang menawarkan bunga rendah, namun imbal hasilnya atau return tinggi. Alhasil kondisi tersebut menjadi peluang terjadinya produk gagal bayar.
“Kita tahu industri keuangan ada yang namanya regulatory arbitrage atau ada sektor yang tidak diregulasi seketat bank dan bisa mengeluarkan produk tanpa pengawasan seketat bank,” ujarnya, Rabu (25/11).
Wimboh menyebut maraknya kasus gagal bayar juga kerap terjadi miss-selling atau penjualan produk yang tidak tepat. Wimboh mencontohkan calon nasabah mengira produk yang ditawarkan oleh jasa keuangan adalah produk bank, sehingga tertarik untuk membeli.
Namun, kenyataannya, sambung dia, produk tersebut merupakan asuransi unitlink yang menggabungkan layanan proteksi dengan investasi. Menurutnya nasabah kerap terjebak pada produk tersebut karena pemasarannya dilakukan di kantor cabang bank, juga mengiming-imingi imbal hasil tinggi kepada nasabah, yakni lebih dari 10 persen.
"Kadang marketingnya juga pintar, daripada ditarik (tabungannya) lebih baik pindah ke sini, ya mau. Ini adalah unitlink, akhirnya begitu underlying-nya jeblok tidak bisa deliver (kasih) bunga 10 persen, even pokoknya tidak bisa deliver," kata Wimboh.
Ke depan OJK berupaya memperbaiki ekosistem tersebut dan meningkatkan edukasi kepada masyarakat. Hal ini untuk menghindari kejadian serupa pada masa mendatang.
Selanjutnya OJK juga akan mengimplementasikan market conduct, sehingga menghindari miss-selling. Nantinya setiap produk yang dikeluarkan oleh lembaga jasa keuangan harus jelas baik dari sisi jenis produk, risiko, cara penjualan, dan sebagainya
"Semua kami lakukan. Apalagi sekarang dengan teknologi, OJK akan melakukan reformasi berkaitan dengan proses bisnis OJK, semua melakukan pengawasan dengan digital, semua laporan digital bahkan semua produk di-post website dan komunikasi dengan OJK menggunakan digital," ucapnya.