REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak tergelincir lebih dari satu persen pada akhir perdagangan Jumat (9/10), setelah pemogokan pekerja minyak di Norwegia berakhir. Ini artinya akan meningkatkan produksi minyak mentah bahkan ketika Badai Delta memaksa perusahaan-perusahaan energi AS memangkas produksi.
Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember terpangkas 49 sen atau 1,1 persen, menjadi 42,85 dolar AS per barel. Minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November turun 59 sen atau 1,4 persen, menjadi ditutup di 40,60 dolar AS.
Terlepas dari penurunan harga pada Jumat (9/10), kedua patokan naik sekitar sembilan persen minggu ini, kenaikan pertama mereka dalam tiga minggu terakhir dan kenaikan mingguan terbesar untuk Brent sejak Juni.
Harga minyak naik di awal pekan karena kekhawatiran pemogokan di Norwegia dan badai menuju Pantai Teluk AS akan memangkas produksi minyak mentah. Perusahaan minyak Norwegia melakukan tawar-menawar upah dengan pejabat serikat pekerja pada Jumat (9/10), mengakhiri pemogokan 10 hari yang mengancam akan memangkas produksi minyak dan gas negara itu hampir 25 persen minggu depan.
"Salah satu faktor bullish yang telah mendukung harga, tumbang di sore hari ketika diumumkan bahwa Norwegia akan mengakhiri pemogokan mereka," kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group di Chicago.
Yang juga membebani harga adalah keraguan yang disuarakan oleh Partai Republik di Senat AS bahwa kesepakatan stimulus ekonomi virus corona dapat dicapai sebelum pemilihan 3 November.
Sebelumnya pada hari itu, harga minyak sempat berubah positif setelah Ketua DPR AS Nancy Pelosi mengatakan dia akan melanjutkan pembicaraan tentang kemungkinan paket stimulus COVID-19 senilai 1,8 triliun dolar AS dengan Menteri Keuangan Steven Mnuchin.
Sementara itu, Badai Delta memberikan pukulan terbesar bagi produksi energi lepas pantai AS di Teluk Meksiko dalam 15 tahun terakhir, menghentikan sebagian besar produksi minyak di kawasan itu dan hampir dua pertiga dari produksi gas alam.
Ke depan, JP Morgan mengatakan bahwa prospek permintaan minyak global yang memburuk karena potensi kenaikan kasus virus corona musim dingin ini kemungkinan akan mendorong Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk membalikkan rencana pelonggaran pemotongan minyak pada 2021, dengan Arab Saudi menawarkan pemotongan lebih dalam di bawah kuota saat ini.