Senin 05 Oct 2020 09:31 WIB

Pemerintah Diminta Tolak Wacana Ekspor Log

Ekspor log akan membuat industri mebel dan kerajinan kesulitan mendapatkan bahan baku

Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel (tengah) ketika mengunjungi industri dan kerajinan kulit di Jawa Timur.
Foto: dokumentasi
Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel (tengah) ketika mengunjungi industri dan kerajinan kulit di Jawa Timur.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah diminta serius melindungi industri mebel dan kerajinan  dalam negeri. Pemintaan itu disampaikan oleh  Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki), Abdul Sobur sehubungan dengan munculnya kembali wacana kebijakan ekspor kayu gelondongan atau log.

Menurut Sobur, wacana itu diinisiasi oleh Komunitas Rimbawan Nusantara (KRN) dengan alasan harga jual log lebih tinggi di pasar dunia. “Wacana KRN ini sama sekali tidak mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap perekonomian nasional secara keseluruhan. Ekspor log akan membuat industri mebel dan kerajinan kesulitan untuk mendapatkan bahan baku, ekonomi  juga akan kehilangan nilai tambah dari sektor industri hilir kehutanan,” ujar Sobur saat berdialog dengan Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan Rachmat Gobel, yang melakukan kunjungan kerja ke sejumlah pusat industri di Jawa Timur.

Aron Jongkey, salah satu pelaku industri mebel, mengaku  data KRN itu tidak benar. Karena harga log di dalam negeri sangat bervariasi, mulai dari Rp 700  ribu per m3 (jenis karet) hingga Rp 2,5 juta per m3 (mahoni).

 “Alasan yang disampaikan KRN tidak tepat, dan tidak melihat kepentingan perekonomian jangka panjang yang jauh lebih besar, kelangsungan industri pengolahan kayu, serta penyelamatan lingkungan,” katanya. Karena itu, Himki meminta agar wakil ketua DPR mengingatkan Kementerian LHK untuk tidak meneruskan wacana ekspor log. 

Sementara itu, Presiden Direktur PT Integra Indo Cabinet, Halim Rusli meminta pemerintah untuk meninjau kembali regulasi yang menghambat, seperti aturan impor bahan baku penolong. Pasalnya, kapasitas dan kemampuan industri bahan baku penolong dalam negeri belum mampu mendukung kebutuhan industri mebel dan kerajinan. 

Akibatnya, kata dia, sangat merugikan. “Bukan hanya membuat pelaku industri kelimpungan memenuhi permintaan pasar domestik dan ekspor tepat waktu, regulasi yang ada juga menimbulkan konsekuensi kenaikan biaya produksi, sehingga mengerus daya saing,” ujar  Halim.

Menanggapi keluhan itu, Rachmat Gobel menegaskan, pihaknya bersama  anggota DPR di komisi terkait akan melakukan pembahasan serius. Ia melihat, potensi industri berbasis kayu olahan  sangat besar. Bukan saja untuk meraup devisa, tapi juga peluang menyelamatkan lapangan kerja dan industri berbasis budaya yang berkualitas. 

Apalagi, tambah Rachmat, Himki berkomitmen meningkatkan ekspor mebel dan kerajinan hingga 100  persen  dalam lima tahun mendatang. “Peluang ini tidak boleh disia-siakan, dan pemerintah, DPR, serta pelaku industri harus bersinergi membajak momentum peluang ekonomi pascakrisis pademi Covid-19,” katanya. 

“Insya Allah, Selasa depan saya akan mengajak konsultasi angota DPR bersama tiga kementerian terkait melihat segala aspek masalah yang bisa diselesaikan. Kita harus menghilangkan berbagai kendala regulasi, minimal meninjau ulang hal-hal yang menghambat,” janji Rachmat.

Sumber:khoirul azwar

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement