Kamis 30 Sep 2010 02:48 WIB

Pemerintah Diminta Hati-hati Revisi Inpres Beras

Rep: Ismail Lazarde/ Red: Endro Yuwanto
Beras, ilustrasi
Beras, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Rencana pemerintah merevisi Instruksi Presiden (Inpres) tentang Perberasan mendapatkan lampu kuning dari DPR. Ketua Komisi IV DPR, Akhmad Muqowam, meminta pemerintah agar hati-hati mengubah 'ruh' yang selama ini ada dalam Inpres Beras.

“Harus dilakukan bertahap, jangan frontal tiba-tiba mensubstitusi alokasi anggaran subsidi langsung menjadi penyediaan infrastruktur pertanian,” ujar Muqowam kepada Republika, Rabu (29/9).

Rencana revisi beras oleh pemerintah menyangkut perubahan penekanan kebijakan dari price policy pada rice policy. Price policy menitikberatkan pada pemberian subsidi dan dukungan potongan harga langsung kepada petani. Bentuk dari price policy adalah potongan harga pupuk, potongan harga benih, dan subsidi bunga.

Sementara rice policy mengarah pada pemberian subsidi dan dukungan terhadap infrastruktur pertanian, semisal pembangunan irigasi, penyediaan dryer (pengering) gabah, terpalisasi, dan alat-alat pendukung produksi pertanian.

Muqowam mengatakan, dari sisi kebijakan anggaran, revisi Inpres Beras pemerintah memang akan memperkuat daya dukung terhadap infrastruktur pertanian. Perubahan mekanisme subsidi pupuk dari potongan harga beli menjadi pemberian subsidi langsung kepada petani, sebenarnya salah satu bentuk persiapan substitusi subsidi kepada petani.

“Efisiensi atau pengurangan subsidi kepada rakyat memang harus dilakukan, tapi pemerintah harus hati-hati, jangan frontal, dan persiapan yang sangat baik,” Muqowam mengingatkan.

Dikatakan Muqowam, perubahan ‘ruh’ Inpres Beras sejatinya menyasar pada satu target, yaitu ketahanan pangan nasional. Pemerintah saat ini masih belum bisa melepaskan diri dari masalah ketahanan pangan dengan sulitnya mencari solusi jitu terhadap daya dukung negara pada sektor pertanian.

Kebijakan price policy berupa potongan harga, kata Muqowam, semula bertujuan untuk menekan biaya produksi petani. Harapannya, petani bisa meningkatkan produksi pertanian mereka sekaligus memberikan peningkatan kesejahteraan yang layak.

Namun dalam tataran praksis, ujar Muqowam, ternyata biaya produksi sebanding lurus dengan tingkat harga penjualan gabah/beras di pasar. ''Dengan kata lain, sasaran peningkatan kesejahteraan petani tak sepenuhnya berhasil lantaran Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang masih timpang dan jauh dari ideal,'' tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement