REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menetapkan beberapa kebijakan pelaksanaan Undang-Undang (UU) Perlindungan Konsumen. Hal itu melalui pembentukan saluran pengaduan konsumen dan pelaksanaan pengawasan barang beredar serta bekerja sama dengan kementerian atau lembaga terkait.
Direktue Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Veri Anggrijono menjelaskan, pengaduan konsumen melalui Ditjen PKTN Kemendag dapat dilakukan dengan datang langsung ke kantor kementerian. Bisa pula mengirimkan surat melalui nomor 085311111010, email [email protected], dan lewat situs web http://simpktn.kemendag.go.id.
“Pemerintah terus berperan aktif menjaga kelancaran transaksi perdagangan dalam masa normal baru. Itu lewat peningkatan kesadaran konsumen tentang hak dan kewajibannya melalui edukasi konsumen, sosialisasi saluran pengaduan konsumen, dan pengawasan barang beredar dan jasa,” jelas Veri.
Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rizal E Halim menambahkan, sesuai Undang-Undang (UU) Perlindungan Konsumen, BPKN melaksanakan fungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia. Pelaksanaan fungsi ini dilakukan melalui fasilitasi pengaduan konsumen sebagai dasar pemberian rekomendasi kepada pemerintah untuk dapat ditindaklanjuti.
“Peningkatan transaksi elektronik selama masa pandemi Covid-19 menambah risiko kerugian bagi konsumen. Maka perlu ditingkatkan kesadaran konsumen dalam membela haknya melalui saluran pengaduan atau penyelesaian sengketa konsumen,” ujar Rizal.
Sedangkan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai, diperlukan penguatan dari sisi regulasi yang dapat memperkuat perlindungan konsumen. Khususnya di masa pandemi saat ini.
Menurut dia, reformasi hukum perlindungan konsumen perlu dilakukan agar dapat meminimalisasi kerugian konsumen saat melakukan pengaduan.Tulus juga mengungkapkan isu aktual perlindungan konsumen selama masa pandemi, yaitu mengenai alat kesehatan produk kefarmasian yang mahal dan langka, relaksasi produk jasa
keuangan, sulitnya pengajuan pengembalian pembelian tiket pesawat dan hotel, fenomena billing shock tagihan listrik, kendala pelayanan dan belanja internet, komersialisasi dan efektivitas tes rapid sebagai persyaratan perjalanan/aktivitas, serta klaim kesembuhan obat Covid-19.
“Advokasi yang dilakukan oleh YLKI, dengan meminta Dirjen PKTN Kementerian Perdagangan memperketat pengawasan. Juga mendorong aparat hukum agar tegas memberikan sanksi bagi penjual nakal yang terbukti merugikan konsumen," jelas Tulus.