Selasa 14 Jul 2020 10:34 WIB

Gelombang Kedua Covid-19 Masih Mengancam

Longgar Boleh, Tapi Ingat Second Wave Covid-19 Masih Mengancam

Rep: wartaekonomi.co.id/ Red: wartaekonomi.co.id
Longgar Boleh, Tapi Ingat Second Wave Covid-19 Masih Mengancam. (FOTO: Sufri Yuliardi)
Longgar Boleh, Tapi Ingat Second Wave Covid-19 Masih Mengancam. (FOTO: Sufri Yuliardi)

Warta Ekonomi.co.id, Jakarta

Pelonggaran lockdown yang dilakukan di berbagai negara mulai memberikan dampak positif terhadap ekonomi, terlihat dari adanya perbaikan aktivitas manufaktur, penjualan ritel, dan juga data ketenagakerjaan di berbagai negara.

Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, Katarina Setiawan, menuturkan bahwa hal tersebut tentunya merupakan sinyal positif yang memberikan optimisme bahwa ekonomi global dapat bertahap pulih, sejalan dengan ekspektasi pasar dan berbagai lembaga internasional yang memproyeksikan bahwa ekonomi dapat membaik secara gradual di semester II-2020 dan di 2021 apabila Covid-19 dapat ditangani dan ekonomi dapat kembali dibuka.

Di sisi lain risiko wabah second wave masih harus diperhatikan. Peningkatan kembali kasus Covid-19, jika terjadi, berisiko untuk menghentikan proses pembukaan ekonomi yang dapat berimbas negatif pada pemulihan ekonomi. OECD memperkirakan bahwa wabah second wave dapat mempengaruhi potensi pemulihan ekonomi di 2021.

Sebagai gambaran, OECD memproyeksikan ekonomi Amerika Serikat dapat tumbuh 4,1% di 2021 dengan skenario tidak ada second wave. Namun apabila terjadi second wave, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat diperkirakan hanya tumbuh sekitar 1,9% di 2021.

Walau demikian tidak mustahil untuk melakukan pembukaan ekonomi dengan tetap mewaspadai penyebaran Covid-19. Negara di kawasan Asia Utara seperti China, Korea Selatan, Taiwan, dan juga kawasan Uni Eropa sukses melakukan pelonggaran lockdown dan menjaga tingkat kasus Covid-19 tetap rendah, sehingga pemulihan ekonomi dapat terjadi dalam fase new normal.

"Oleh karena itu kedisiplinan masyarakat dalam melakukan usaha pencegahan Covid-19 dan kapabilitas pemerintah untuk melakukan 3T (Test, Track, Treat) menjadi kunci untuk suksesnya transisi ke periode new normal," tuturnya, dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (13/7/2020).

Baca Juga: Hadapi New Normal, Setoran Modal Pemilik Bank Krusial 

Ia mengaatakan bahwa kuartal III-2020 ini merupakan fase transisi dari periode PSBB menuju new normal di mana PSBB akan mulai dilonggarkan dan ekonomi secara gradual dibuka kembali dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.

Dari sisi ekonomi, ini merupakan hal yang positif karena pelonggaran PSBB dapat mendukung aktivitas ekonomi. Seperti yang sudah terjadi di negara-negara lain, pada fase ini diharapakan mulai terjadi perbaikan data ekonomi seperti peningkatan aktivitas sektor manufaktur, penjualan ritel, dan penyerapan tenaga kerja. Perbaikan ini tentunya tidak lepas dari stimulus yang dikeluarkan oleh pemerintah seperti yang dilakukan di Amerika Serikat dan di Eropa.

"Pemerintah Indonesia sudah menyiapkan anggaran untuk stimulus Covid-19 yang mencapai Rp695 triliun, di mana alokasi anggaran terbesar senilai Rp203 triliun dialokasikan untuk bantuan sosial. Kami memandang mayoritas dari anggaran ini baru akan didistribusikan di semester II-2020, hal ini dapat mendukung daya beli masyarakat dan proses pemulihan ekonomi pada paruh kedua tahun ini," ujarnya.

Di sisi lain, lanjut Katarina, peningkatan kasus Covid-19 manjadi faktor risiko utama yang harus diperhatikan. Seperti yang disampaikan sebelumnya, adanya second wave dapat mempengaruhi proses pemulihan ekonomi. Hal ini merupakan faktor yang sangat sulit untuk diproyeksi karena sangat bergantung pada perilaku masyarakat dan kapabilitas pemerintah.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan Warta Ekonomi. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab Warta Ekonomi.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement