Warta Ekonomi.co.id, Jakarta
Seiring dengan mulai berjalannya kembali aktivitas bisnis dan perekonomian di beberapa negara, perhatian dan diskusi publik pun mulai bergeser ke lanskap ekonomi pascapandemi.
Terlepas dari krisis yang tengah terjadi, para pakar ekonomi dan keuangan memperkirakan bahwa ekonomi global akan membaik di 2021. Industri berbasis teknologi akan menjadi sektor yang paling tangguh.
Melihat ke depan, infrastruktur information and communications technology (ICT) dan digital akan menjadi kunci dalam pemulihan ekonomi. Industri-industri berbasis teknologi, mulai dari telemedicine, penyedia layanan konferensi virtual hingga teknologi pendidikan, telah membuktikan mereka tetap dapat beroperasi dengan kuat di tengah pandemi global.
Baca Juga: Lawan Pandemi Covid-19, Baiknya Cetak Uang atau Berutang?
"Salah satu pelajaran positif yang dapat kita ambil dari pandemi ini, antara lain bagaimana adopsi teknologi terjadi begitu cepat. Teknologi yang sebelumnya hanya kebutuhan tersier kini menjadi kebutuhan sehari-hari kita," kata Mark Billington, ICAEW Regional Director, Greater China and South-East Asia dalam keterangan tertulisnya, Jumat (12/6).
Namun, teknologi saja tidak akan dapat memecahkan masalah apabila tidak didukung dengan kapasitas sumber daya manusia. Kita dapat belajar dari Vietnam sebagai sesama negara Asia Tenggara yang telah sukses lebih cepat meredam virus corona dibandingkan dengan banyak negara lainnya.
Secara global, ramalan skenario terbaik yang dibuat IMF menunjukkan, ekonomi global akan turun sebesar 3 persen tahun ini dan kembali tumbuh 5,8 persen tahun depan. Namun, ekonomi bisa jatuh hingga 5,8 persen apabila kita harus menghadapi skenario terburuk.
Kinerja ekonomi global selama semester pertama 2020 menunjukkan bahwa saat ini kita tengah menghadapi resesi sebagai dampak dari pandemi Covid-19. Para pakar pun memprediksi bahwa ketidakpastian ekonomi masih akan terus berlanjut.
Berdasarkan laporan yang dipublikasikan oleh ICAEW dan Oxford Economics, PDB dunia diprediksikan akan menurun sebesar 4,7 persen di 2020. Angka ini menunjukkan dampak yang dua kali lebih besar jika dibandingkan dengan krisis finansial global pada 2008 dan merupakan resesi global terbesar pascaperang.
Sektor pariwisata menjadi industri yang paling terdampak pandemi. Saat ini, kita melihat kemungkinan terjadinya penurunan sebesar 58% hingga 78% pada pergerakan wisatawan di seluruh dunia setiap tahunnya.
Angka ini jauh lebih ekstrem dibandingkan dengan masa wabah SARS pada 2002-2004 yang mengalami penurunan sebesar 0,4 persen dan krisis finansial global pada 2008-2009 yang mengalami penurunan sebesar 4 persen.
Baca Juga: Penguatan IHSG: Momentum OJK Lanjutkan Bersih-Bersih Pasar Modal
Untuk kawasan Asia Tenggara sendiri, laporan ICAEW memprediksikan bahwa sebagian besar negara di Asia Tenggara akan menghadapi resesi di semester pertama 2020, sebelum mengalami kontraksi sebesar 1,9% di tahun yang sama.
Perekonomian negara-negara Asean-5 (Indonesia, Thailand, Malaysia, Filipina, Vietnam) diperkirakan akan menurun sebesar 0,7 persen tahun ini, dibandingkan dengan ekonomi global yang diperkirakan menurun 4 persen.
Namun, Indonesia terlihat mengalami dampak yang sedikit lebih ringan dengan PDB yang diperkirakan akan sedikit tumbuh sebesar 1,1 persen. Situasi ini diramalkan akan membaik di 2021 seiring dengan mulai kembalinya aktivitas ekonomi.
Justinian Habner, Country Director of the Department for International Trade, British High Commission, yang juga pembicara di ICAEW SEA Virtual Economic Forum 2020, mengungkapkan bahwa dirinya optimis ke depan akan ada lebih banyak negara yang terbuka terhadap kerja sama perdagangan guna mengakselerasi dan memulihkan perekonomiannya pascapandemi.