REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serikat Petani Indonesia (SPI) menyatakan, masalah utama yang dialami petani hingga saat ini yakni terkait sulitnya pemasaran hasil panen. Terutama bagi petani di subsektor tanaman pangan dan hortikultura.
Sekretaris Jenderal SPI, Agus Ruli, mengatakan, diperlukan intervensi pemerintah secara khusus untk penyerapan hasil panen petani. Mengingat, nilai tukar petani (NTP) terus mengalami penurunan tajam sejak Januari hingga Mei 2020.
BPS mencatat NTP pada Januari 2020 mencapai 104,16, jauh lebih tinggi dibanding Januari 2019 sebesar 100,64. Namun, memasuki Mei 2020, NTP anjlok ke level 99,47, jauh lebih rendah dibanding Mei 2019 sebesar 99,92.
Rulis menilai, bantuan-bantuan dari pemerintah belum memberikan manfaat bagi petani. "Terbukti, NTP petani menurun, ini terutama akibat persoalan harga dan serapan hasil panen," kata Agus kepada Republika.co.id, Jumat (5/6).
Ia menilai, khusus pada komoditas beras, selain hasil panen yang kurang bagus, harga gabah kering panen pun masih berkisar Rp 3.000 - Rp 4.000 per kg atau di bawah acuan Rp 4.200 per kg. "Seharusnya Bulog bisa hadir menyerap hasil panen dan membelinya dengan harga yang baik bagi petani," katanya menambahkan.
Agus pun mengatakan, saat ini secara umum sudah masuk musim tanam kedua. Diperkirakan cuaca kemarau akan panjang. Oleh karena itu, SPI menekankan perlu ada perhatian khusus terhadap petani terutama dalam situasi pandemi Covid-19. "Ini berkaitan dengan keberlanjutan pangan kita," kata dia.