REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Perusahaan penerbangan berbiaya rendah asal Inggris Easyjet berencana melalukan beberapa penyesuaian di tengah pengurangan ukuran pasar akibat pandemi Covid-19. Termasuk di antaranya langkah pemangkasan 30 persen jumlah stafnya atau sekitar 4.500 tenaga kerja dan menyusutkan armada mereka.
Seperti dilansir di Reuters, Kamis (28/5), Easyjet sudah mempekerjakan lebih dari 15 ribu orang di delapan negara di seluruh Eropa. Perusahaan menyebutkan, mereka akan melakukan proses konsultasi dengan stafnya dalam beberapa hari mendatang.
Langkah Easyjet terbilang lebih lambat dibandingkan rekan-rekan maskapai lain yang sudah terlebih dahulu mengumumkan pengurangan pekerja akibat pandemi. Pesaing terbesar Easyjet seperti British Airways serta Virgin Atlantic sudah sejak bulan lalu mengumumkan 18 ribu pemutusan hubungan kerja.
Rencana pemangkasan tenaga kerja Easyjet lebih dalam dibandingkan maskapai berbiaya rendah lain. Misalnya saja Ryanair yang akan memberhentikan 15 persen stafnya, sementara maskapai carrier kecil Wizz mengurangi jumlah tenaga kerja sampai 19 persen.
Virus corona baru (Covid-19) telah membuat perusahaan penerbangan di seluruh dunia bertekuk lutut. Mereka harus memberhentikan (grounding) pesawat dan melakukan puluhan ribu pemutusan hubungan kerja. Di sisi lain, perusahaan harus mempersiapkan pemulihan pasar travel yang diperkirakan membutukan waktu tiga tahun.
Chef Executive Easyjet Johan Lundgren mengatakan, saat ini merupakan waktu-waktu sulit bagi maskapai dan kebijakan pemangkasan karyawan adalah keputusan yang tidak mudah. "Kami ingin memastikan, kami dapat bertahan di tengah pandemi, bahkan dengan lebih kompetitif dari sebelumnya, sehingga Easyjet bisa berkembang di masa depan," katanya dalam sebuah pernyataan resmi.
Easyjet juga berencana mengurangi armada pesawatnya menjadi sekitar 302 buah, atau berkurang 51 buah dibandingkan target awal. Perusahaan memprediksi, dapat menerbangkan armada sekitar 30 persen dari kapasitasnya sampai akhir tahun.
Easyjet mengakui, perusahaan terus harus mengeluarkan biaya produksi, meskipun penerimaan terhambat signifikan. Oleh karena itu, perusahaan sedang dalam pembicaraan dengan bandara dan supplier untuk mencapai kesepakatan yang lebih baik untuk semua pihak.