Sabtu 16 May 2020 05:00 WIB

Wamendag: Pengusaha Harus Optimis Melihat Perdagangan Global

Pengusaha harus memiliki kemampuan beradaptasi dengan kondisi new normal.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Pekerja melakukan bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (15/5/2020). Pandemi Covid-19 berdampak pada sektor perdagangan global.
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Pekerja melakukan bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (15/5/2020). Pandemi Covid-19 berdampak pada sektor perdagangan global.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga mengajak dunia usaha tetap optimis melihat peluang perdagangan di pasar dunia di tengah darurat pandemi Covid-19. Sebab, kini semua negara pun mengalami kesulitan.

“Kita tetap harus siap menghadapi situasi sulit ini. Dengan begitu kita memiliki kesempatan sama untuk bangkit dan melewati masa krisis," ujar Jerry melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id pada Jumat (15/5).

Pengusaha, lanjutnya, harus memiliki kemampuan beradaptasi dengan kondisi new normal dan jeli melihat peluang di tengah pandemi. "Itu semangat yang harus kita bangun bersama, kita sebarkan dan terus kita jaga agar perdagangan Indonesia kembali pulih dengan cepat,” ujar dia.

Status pandemi Covid-19 yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

sejak 12 Maret 2020, kata dia, telah berdampak pada berbagai sektor, termasuk sektor perdagangan. Jerry menjelaskan, perdagangan memasuki fase berat sejak kuartal pertama 2020, bisnis tidak lagi dapat berjalan normal karena ketidakpastian global dan nasional yang terjadi saat ini.

IMF memperkirakan, pertumbuhan ekonomi dunia pada 2020 akan tumbuh negatif 3 persen. Penurunan pertumbuhan ekonomi ini akan dirasakan paling dalam oleh negara-negara maju dibandingkan dengan negara-negara berkembang.

Perdagangan dunia pada 2020 juga diperkirakan akan turun tajam menjadi negatif 11 persen dari 0,9 persen pada 2019. Dengan gambaran kinerja perdagangan global dan situasi Pandemi Covid-19 sekarang, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 diperkirakan, akan jauh lebih rendah dari target APBN 2020.

Ada dua skenario, pertama buruk dengan tumbuh 2,3 persen. Kedua terburuk atau tumbuh negatif 0,4 persen, meskipun IMF memprediksi sedikit lebih baik, yakni pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tumbuh 0,5 persen.

Jerry menjelaskan, pada Januari sampai Maret 2020, neraca perdagangan Indonesia sebenarnya mulai membaik dan mengalami surplus sebesar 2,6 miliar dolar AS. Terdiri dari surplus neraca nonmigas sebesar 5,7 miliar dolar AS dan defisit neraca migas sebesar 3,0 miliar dolar AS. Ekspor Indonesia juga tercatat sebesar 41,8 miliar dolar AS atau naik 2,91 persen dibandingkan Januari sampai Maret 2019.

 

Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jepang masih menjadi negara utama tujuan ekspor nonmigas Indonesia. Pangsa masing-masing sebesar 15,1 persen, 12,2 persen dan 8,7 persen terhadap ekspor nonmigas periode Januari sampai Maret 2020.

"Namun yang perlu juga kita cermati pada masa pandemi ini, ekspor nonmigas justru tumbuh signifikan ke Singapura. Naik 35,4 persen dan Italia naik 22,5  persen," kata Jerry.

Dari sisi produk, beberapa produk utama ekspor yang mengalami peningkatan tertinggi pada Januari sampai Maret 2020 year on year (yoy). Di antaranya pakaian jadi bukan rajutan naik 84,2 persen, kendaraan dan bagiannya naik 36,2 persen, produk tekstil jadi lainnya naik 15 persen, CPO dan turunannya naik 10,3 persen, serta elektronik naik 1,9 persen.

“Kita bisa memanfaatkan peluang pertumbuhan ekspor beberapa produk ini. Namun tetap harus waspada akan kemungkinan penurunan ekspor andalan seperti CPO dan batu bara, terutama ke India karena upaya self reliant. Keinginan menjadi negara mandiri melalui pemenuhan kebutuhan oleh industri di dalam negeri ini diprediksi akan banyak terjadi di beberapa negara lain di tengah pandemi,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement