REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) berkomitmen terus memperkuat seluruh instrumen bauran kebijakan yang dimiliki untuk melakukan tugasnya. Seperti menjaga stabilisasi nilai tukar rupiah, mengendalikan inflasi, mendukung stabilitas sistem keuangan, dan pada saat yang sama mencegah penurunan kegiatan ekonomi lebih lanjut berkoordinasi erat dengan Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan berbagai penguatan bauran kebijakan Bank Indonesia tersebut telah diumukan setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) sejak bulan Februari hingga April 2020. Bauran kebijakan Bank Indonesia tersebut terdiri dari enam aspek penting.
Pertama, penurunan suku bunga kebijakan moneter (BI7DRR) dua kali masing-masing sebesar 25 bps menjadi 4,5 persen. Penurunan suku bunga kebijakan ini konsisten dengan prakiraan inflasi yang rendah dan terkendali pada kisaran sasaran 2-4 persen serta untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Pada RDG 13-14 April 2020, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI7DRR dengan pertimbangan perlunya memprioritaskan kebijakan suku bunga guna menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dalam jangka pendek.
"Meskipun, kami melihat bahwa ruang penurunan suku bunga ke depan, dalam hal ketidakpastian pasar keuangan sudah mulai stabil, masih terbuka," katanya dalam konferensi pers KSSK, Senin (11/5).
Kedua, BI terus melakukan stabilisasi dan penguatan rupiah melalui peningkatan intensitas kebijakan intervensi baik di pasar spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), maupun pembelian SBN dari pasar sekunder. Kebijakan ini didukung oleh cadangan devisa yang lebih dari cukup.
BI juga telah menjalin kerja sama bilateral swap dan repo line dengan sejumlah bank sentral negara lain, termasuk dengan bank sentral Amerika Serikat dan Tiongkok. Dengan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar yang ditempuh tersebut, nilai tukar Rupiah bergerak menguat dari yang semula hampir menyentuh Rp 17 ribu per dolar AS menjadi di bawah Rp 15 ribu per dolar AS saat ini.
"Bank Indonesia meyakini bahwa tingkat nilai tukar Rupiah saat ini secara fundamental masih //undervalued// dan insya Allah ke depan nilai tukar rupiah akan bergerak stabil dan cenderung menguat," katanya.
Ketiga, BI terus memperluas instrumen dan transaksi di pasar uang dan pasar valas. Hal ini ditempuh antara lain dengan menyediakan lebih banyak instrumen lindung nilai terhadap risiko nilai tukar Rupiah melalui transaksi DNDF, memperbanyak transaksi swap valas, dan penyediaan term repo untuk kebutuhan perbankan.
Keempat, untuk mendorong pembiayaan bagi dunia usaha dan pemulihan ekonomi nasional, Bank Indonesia telah melakukan injeksi likuiditas (quantitative easing) ke pasar uang dan perbankan dalam jumlah yang besar. Pada tahun 2020, Bank Indonesia telah melalukan injeksi likuditas sekitar Rp 503,8 triliun.
Ini dilakukan antara lain melalui pembelian SBN dari pasar sekunder, penyediaan likuditas perbankan dengan repo SBN, swap valas, serta penurunan GWM Rupiah. Kelima, pelonggaran kebijakan Makroprudensial untuk mendorong perbankan dalam pembiayaan dunia usaha dan ekonomi.
Hal ini dilakukan melalui pelonggaran ketentuan Loan to Value Ratio (LTV), Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM), serta penurunan GWM Rupiah
untuk pembiayan dunia usaha khususnya untuk eskpor impor maupun untuk UMKM dalam rangka memitigasi dampak Covid-19.
Keenam, kemudahan dan kelancaran sistem pembayaran baik tunai maupun nontunai untuk mendukung berbagai transaksi ekonomi dan keuangan. Hal ini dilakukan melalui pengedaran uang yang higienis, mendorong masyarakat untuk lebih banyak menggunakan transaksi nontunai, seperti uang elektronik, internet banking, maupun penggunaan QRIS.
BI juga mendukung pemerintah melalui akselerasi elektronifikasi penyaluran program-program sosial pemerintah baik Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Kartu Prakerja, dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk meringankan beban masyarakat dari dampak Covid-19.