REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah menanti penurunan harga BBM dari Pertamina yang tak kunjung terjadi, pemerintah juga senada dengan memastikan hingga Mei, tidak akan ada penurunan harga BBM. Menteri ESDM, Arifin Tasrif mengatakan keputusan ini diambil sebab mengingat anjloknya harga minyak merupakan dampak dari perang dagang.
Sedangkan negara yang melakukan perang dagang menunjukan titik terang yang berpotensi membuat harga minyak mentah kembali rebound. "Melihat kondisi global. Kami memutuskan masih mempertahankan harga BBM," ujar Arifin dalam Rapat Daring bersama Komisi VII DPR RI, Senin (4/5).
Ia menjelaskan masih akan memantau kondisi harga minyak mentah dunia serta menanti stabilnya nilai tukar rupiah. Tak hanya itu, disisi lain Arifin memastikan pihaknya juga masih menanti dampak kesepakatan pemangkasan produksi antara negara-negara OPEC dan non-OPEC yang berencana memangkas produksi bertahap.
Pemangkasan produksi tersebut akan berlangsung terhitung mulai Mei hingga Juni 2020 sebesar 9,7 juta barel, kemudian di semester II 2020 sebesar 8 juta barel. Selanjutnya pemangkasan diprediksi mencapai 6 juta barel pada medio 2021 hingga 2022.
"Pemerintah terus memantau perkembangan harga minyak mentah dunia yang masih belum stabil, yang memiliki volatilitas yang tinggi. Diperkirakan harga akan rebound pada 40 dolar per barel di akhir tahun, waktu cukup lama makanya kami masih cermati perkembangan terutama di bulan Mei dan Juni," ujar Arifin.
Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati menjelaskan Pertamina tak bisa menurunkan harga BBM sebab penentuan harga jual BBM mengacu pada formula yang ditetapkan pemerintah. Ia menjelaskan saat ini Pertamina hanya bisa memberikan diskon untuk jenis BBM tertentu.
"Karena pembentuk harga yang menentukan adalah pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM," ujar Nicke.