Sabtu 02 May 2020 08:47 WIB

Wall Street Tumbang Gara-Gara Ancaman Trump ke China

Semua saham di Wall Street ditutup dalam zona merah.

Bursa Efek New York, Wall Street
Foto: AP
Bursa Efek New York, Wall Street

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK --  Wall Street tumbang pada akhir perdagangan Jumat, atau Sabtu (2/5) WIB. Wall Street dilanda aksi jual tajam setelah Presiden Donald Trump menghidupkan kembali ancaman tarif baru terhadap China dalam menanggapi pandemi covid-19 yang telah menyebabkan ekonomi global terhenti.

Ketiga indeks utama saham AS ditutup jatuh lebih dari dua persen. Untuk pekan ini mereka semua kehilangan posisi.

Baca Juga

Indeks Dow Jones Industrial Average merosot 622,03 poin atau 2,55 persen, menjadi ditutup di 23.723,69 poin. Indeks S&P 500 terpangkas 81,72 poin atau 2,81 persen, menjadi berakhir di 2.830,71 poin. Indeks Komposit Nasdaq jatuh 284,60 poin atau 3,20 persen, menjadi ditutup di 8.604,95 poin.

Semua 11 sektor utama S&P 500 ditutup di zona merah. Sektor energi anjlok enam persen, menjadi sektor dengan berkinerja terburuk.

Mei sering ditandai oleh aksi jual, dan pada hari pertama bulan itu. Hal ini dipicu kegelisahan meningkat karena beberapa negara bagian AS mulai melonggarkan penutupan virus corona.

Saham telah berjalan luar biasa pada April, dengan S&P 500 dan Dow keduanya membukukan kenaikan persentase bulanan terkuat mereka dalam 33 tahun.

"Pasar memiliki April yang sangat kuat ketika mereka melihat melalui lembah kelemahan ekonomi ke titik di mana stimulus akan menyalakan kembali pertumbuhan ekonomi," kata David Carter, kepala investasi di Lenox Wealth Advisors di New York.

Trump mengatakan pemerintahannya sedang menyusun langkah-langkah pembalasan terhadap China sebagai hukuman untuk wabah virus corona. Ancaman ini memicu kekhawatiran tarif yang mengguncang pasar selama dua tahun terakhir.

 Trump menyalahkan China atas apa yang ia katakan sebagai "informasi salah" ketika virus itu muncul dari kota Wuhan di China dan kemudian dengan cepat menyebar ke seluruh dunia.

"Trump menusuk China adalah hal terakhir yang dibutuhkan pasar mengingat begitu banyak ketidakpastian ekonomi dan keuangan saat ini," tambah Carter.

Aktivitas manufaktur AS tergelincir ke level terendah 11 tahun bulan lalu ketika karantina wilayah menutup pabrik-pabrik.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement