Rabu 29 Apr 2020 04:51 WIB

Peneliti: Wabah Covid-19, Saatnya Kembangkan Farmasi Halal

Indonesia ialah salah satu negara yang terdepan mengembangkan vaksin halal.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Friska Yolandha
Vaksin virus corona
Foto: Republika
Vaksin virus corona

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mayoritas negara-negara Islam belum memprioritaskan pengembangan riset sehingga gagap ketika menghadapi kejutan wabah. Peneliti INHART, International Islamic University Malaysia, Prof Irwandi Jaswir mengatakan negara-negara Islam harus berbenah dan mulai serius dalam pengembangan riset.

"Saat wabah menyerang, kita tidak tahu apa yang harus dilakukan, bahkan tidak punya persediaan masker, PCR," katanya dalam International Webinar Series KNEKS terkait industri halal, Selasa (28/4).

Baca Juga

Jaswir mengatakan, banyak hal yang harus dilakukan oleh negara-negara Islam karena tidak punya riset dan pengembangan yang baik. Padahal peluang berkembangnya farmasi halal datang dari negara-negara Islam.

Masyarakat Muslim global sangat perlu mengganti bahan-bahan nonhalal dan itu membutuhkan riset. Jaswir menegaskan, negara Muslim perlu mengubah caranya menjalankan bisnis tidak hanya dalam digital tapi juga medikal.

"Konsep holistik halal dan tayyib ini sangat butuh research and development," katanya.

Salah satu contoh lainnya adalah pengembangan vaksin. Indonesia sudah menjadi salah satu negara terdepan yang mengembangkan vaksin halal. Indonesia juga kini sedang berupaya mengembangkan vaksin Covid-19.

Jaswir menyampaikan pengembangan vaksin butuh setidaknya 18 bulan. Mulai dari inisiasi hingga percobaan pada manusia. Menurutnya, pengembangan vaksin tidak semudah produksi barang farmasi lainnya.

Apalagi untuk virus Corona yang sangat mudah bermutasi. Bisa saja tipe Covid-19 di China berbeda dengan negara lainnya. Sehingga sangat perlu riset yang intensif.

"Problemnya, kita tidak punya banyak negara Muslim yang memprioritaskan riset vaksin, kita masih bergantung impor," kata dia.

Memang, vaksin atau farmasi adalah sektor yang paling dimaklumi. Artinya saat keadaan darurat, seorang Muslim bisa menggunakan obat atau zat non-halal. Namun negara Muslim tidak bisa terus mengandalkan darurat saja. Negara Muslim juga perlu mandiri mengembangkan farmasi halal sendiri. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement